Hidup ini penuh warna, Tuhan yang mengizinkan sesuatu terjadi atas hidup kita agar kita makin bertumbuh di dalam Dia. Hargailah setiap waktu dan kejadian yang terjadi atasmu
Senin, 28 April 2008
PESAN TUHAN MELALUI KO WING
Kita semua, orang-orang Kristen, seharusnya
meyakini bahwa kita adalah instrumen Allah untuk
membangun sebuah dunia baru. Yang berbicara di
hadapan dunia terhilang bukan saja tentang cara
tepat untuk mati tapi juga cara benar untuk hidup.
Bagi kita semestinya gereja bukan berarti bangunan
atau serentetan ritual tanpa kuasa tapi lebih
menyerupai cara kita mengatur dan membangun
kehidupan kita. Itulah gereja yang asli ! Memiliki
gaya hidup komunal yang mengagumkan. Menjadi
sebuah kawanan yang mudah didekati dan menjadi
teman yang dapat dipercaya serta pemberi nasehat
bagi siapa saja. Akhirnya keindahan hiduplah yang
membuat pendatang bergabung. Kekristenan yang
dengan lantang tanpa ragu berkata kepada
masyarakatnya: "Kami tidak membicarakan hal-hal
yang luar biasa, kami hidup di dalamnya." Hal
terpenting yang selalu dibangun dan dijaga adalah
usaha-usaha mempertahankan kualitas
persekutuan, kasih dan hubungan antara satu sama
lain. Itulah salah satu alasan utama kota kita datang
kepada Kristus dan diselamatkan.
Selamat datang kultur baru di tengah masyarakat
yang terluka dan terhilang !
"Aku memberikan perintah baru kepada kamu,
yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti
Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu
harus saling mengasihi.
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa
kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi."
Yohanes 13:34
TERLAHIR SEBAGAI BAJINGAN
TERLAHIR SEBAGAI BAJINGAN
Penemuan gen kriminal menjadi isu kontroversial di jagad hukum. Sebagian pakar "kebenaran"
setuju bahwa hasil uji gen bisa digunakan sebagai bukti yang meringankan. Pasalnya, bisa saja
seseorang memang terlahir sebagai manusia jahat tanpa kuasa menolaknya. Alhasil, perbuatan
yang dilakukannya bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya. Namun, sebagian lainnya
menentang keras. Menurut mereka, penelitian genetika belum terungkap sepenuhnya dan uji gen
kriminal hanya akan mendobrak etika-etika hukum yang telah lama berlaku.
Stephen Mobley adalah seorang pembunuh dan perampok bersenjata. Banyak orang yakin
bahwa ia memang jahat dan, karena itu, patut mendapat hukuman setimpal. Vonis mati barangkali
merupakan pilihan terbaik untuk menebus dosa-dosa yang dibuatnya.
Namun, para pengacaranya berargumentasi, Stephen seharusnya bebas dari hukuman mati di
kursi listrik. Menurut mereka, sekalipun terbukti bertindak keji, pria itu tidak sepenuhnya
bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya. Mengapa? "Karena ia memang terlahir sebagai
bajingan, dan itu bukan keinginannya", ujar salah seorang diantara mereka.
Stephen, yang di kalangan dunia kriminalitas AS dikenal juga sebagai Tony, konon terlahir dari
keluarga hancur-hancuran. Perilaku kakek dan neneknya tidak pantas ditiru, begitu juga ibunya.
Banyak saudara sedarahnya -- seperti paman, tante, saudara sepupu, dan keponakannya --
memilki reputasi buruk. Mereka dikenal sebagai perampok, pembunuh, dan pemerkosa.
Jadi, menurut kesimpulan para pengacaranya, perilaku jahat Stephen memang telah terbentuk
sejak ia masih berada dalam kandungan. Artinya, di tubuh pria yang kini berusia 28 tahun itu
terdapat gen kriminal yang diturunkan dari moyangnya. Gen itu hadir tanpa pernah bisa ditolak.
Argumentasi para pengacara Stephen tentu saja mengguncang dunia hukum di "Negeri Akang
Sam" itu. Sampai-sampai Pengadilan Tinggi Georgia saat ini tengah menimbang-nimbang ihwal
pemberian izin buat Stephen menjalani uji gen dan mengajukan banding atas hukuman matinya.
Mereka betul-betul pusing. Seandainya argumentasi itu ditolak, berarti tak akan ada lagi kasus
hukum dengan memperhitungkan bukti genetika. Seandainya diterima, berarti akan muncul insiden
baru di mana seorang penjahat bisa bebas dari jerat hukum hanya karena sebuah bukti biologis
yang belum sepenuhnya terbukti benar.
Argumentasi gen kriminal belakangan ini memang kian mendapat perhatian masyarakat
hukum, khususnya di Eropa dan AS. Sebuah konferensi yang mengangkat masalah genetika
kejahatan dan perilaku anti-sosial, di London, pertengahan Maret lalu, membicarakannya, meski
banyak diwarnai pro dan kontra.
Konferensi yang diselenggarakan Yayasan Ciba tersebut bahkan sempat mencuatkan
keputusan cukup monumental. Sebagian besar partisipan sepakat, penelitian menganai gen kriminal
sebaiknya lebih giat dilakukan. Bahkan, untuk keperluan itu, mereka telah merancang programnya.
SANGAT KONTROVERSIAL
Masalah gen kriminal sebetulnya bukan isu baru. Di AS, pada tahun 1992, topik tersebut
pernah akan dibicarakan di sebuah konferensi tetapi ditentang keras mesyarakat. Para oposan
menyatakan bahwa pembicaraan mengenai gen akan membangkitkan isu rasial. Alasan tersebut
bisa diterima. Pasalnya, masyarakat kulit hitam AS, karena kemiskinannya, erat dengan kehidupan
yang mengumbar kekerasan fisik.
Dalam konferensi di London beberapa waktu lalu, persoalan seperti ini pun masih diributkan.
Dr. Gregory Bock dari Yayasan Ciba, contohnya, mengatakan, "Penelitian mengenai gen kriminal
mungkin akan membuktikan keberadaannya secara ilmiah. Namun, hasil-hasil itu pasti amat
mengejutkan. Ini masalah yang sangat sensitif bagi etika dan isu-isu hukum."
Gregory mengungkapkan bahwa kengerian-kengerian akan muncul seiring dengan
pelaksanaan penelitian itu. Kelak, mungkin, seorang anak yang secara genetika diketahui
cenderung sangat agresif akan dikucilkan. Kelak, mungkin juga, akan semakin deras tekanan untuk
melakukan aborsi dan sterilisasi, hanya karena pertimbangan bahwa anak yang dilahirkan memiliki
kecenderungan menjadi 'penjahat'. Bahkan, bukan tidak mungkin, demi perbaikan kota, akan lahir
satu aturan baru yang mengharuskan seseorang berdarah 'jahat' tidak bersosialisasi dengan
lingkungannya.
Keberatan yang sama juga dilontarkan Sir Michael Rutter dari Lembaga Psikiatri, London. "Gen
kriminal merupakan isu kontroversial," ungkapnya. Karena itu, menurut Rutter, fokus penelitian
mengenai gen kriminal sebaiknya lebih ditekankan pada pertimbangan-pertimbangan keilmiahan
dan bukan pertimbangan politik.
Namun, banyak partisipan lain tidak sependapat dengan mereka. Menurut sejumlah dokter
yang mendukung penelitian gen kriminal, terungkapnya seluk beluk gen tersebut akan membuka
peluang ditemukannya obat yang bisa mengontrol agresivitas yang berlebihan. "Jelas ini merupakan
prospek baik bagi dunia kedokteran," ujar mereka.
Dr. David King, editor publikasi kedokteran GenEthics News, bahkan ikut bicara. "Kejahatan
yang dipicu faktor-faktor genetis merupakan kenyataan yang tidak bisa dimungkiri. Karena itu, kami
memerlukan ahli kriminal, bahkan ahli biologi, yang bisa memberikan penjelasan genetika atas
sebuah kejahatan," ujarnya.
BUKAN PERSOALAN MAIN-MAIN
Penelitian tentang gen yang menakdirkan munculnya perilaku jahat sebetulnya tergolong
masih baru. Adalah Dr. David Goldman, dari Laboratorium Genetika Saraf Lembaga Kesehatan
Nasional AS di Rockville, Maryland, dan Dr. Matti Virkkunen dari Universitas Helsinki yang
memulainya. Mereka menemukan, agresivitas ternyata berkait erat dengan variasi genetis,
khususnya yang bertanggungjawab terhadap pembentukan hormon-hormon pengontrol otak.
Penjelasan sederhananya bisa disimak dari penelitian yang dilakukan Dr. Han Brunner dari
Universitas Nijmegen, Belanda. Brunner melakukan studi terhadap silsilah sebuah keluarga besar
Belanda yang memiliki prestasi kejahatan cukup mencengangkan. Ia menemukan beberapa anggota
pria di keluarga besar tersebut memiliki gen yang sudah termutasi dan mampu memproduksi
monoamin oxidase (MAO). Zat tersebut, menurut Brunner, bisa memicu orang untuk bertindak
agresif seperti memperkosa atau membakar.
"Temuan kami ini tidak bisa dianggap main-main,' kata Goldman. Keluarga-keluarga yang
memiliki sejarah agresivitas, katanya, akan sangat beralasan jika ditawarkan uji antenatal -- uji janin
ketika masih dalam kandungan -- dan konseling. "Bila kemudian ditemukan bahwa janin membawa
gen yang kelak membuatnya agresif dan berperilaku jahat, terserah kepada orangtuanya untuk
mempertahankan atau menggugurkan kehamilan tersebut," ujarnya.
Kenyataan bahwa faktor genetis turut bertanggung jawab terhadap pembentukan perilaku jahat
juga dibenarkan Dr. Gregory Carey dari Lembaga Genetika Perilaku, Universitas Colorado. Dari
perbandingan tujuh studi terpisah atas kembar identik dan kembar sedarah, ia memperkirakan bahwa
faktor genetis berperan antara 40% hingga 50% terhadap tindak kekerasan yang dilakukan
seseorang.
GERAKAN EUGENIC
Keterlibatan badan-badan peradilan AS dalam masalah-masalah genetika berawal tahun 1992.
Ketika itu, Carrie Buck, seorang gadis yang baru saja melahirkan, divonis Colony of Epileptics and
the Feebleminded (CEF) -- semacam yayasan penampung orang-orang cacat mental -- untuk
menjalani sterilisasi. Alasannya sederhana. Gadis itu cacat mental, begitu pula ibunya, sehingga
anaknya diperkirakan bakal mengalami penderitaan yang sama.
Meski mengundang banyak protes, tindakan yayasan tersebut ternyata mendapat dukungan
banyak pihak. Seorang ilmuwan di sebuah lembaga akademis menyatakan bahwa kelainan mental
yang dimiliki Carrie bersifat menurun. Seorang petugas Palang Merah, dihadapkan pengadilan,
melaporkan bahwa Vivian, nama bayi itu, memiliki penampilan fisik yang 'agak kurang normal'.
Sebuah uji ilmiah menyimpilkan bahwa Vivian memiliki perkembangan mental di bawah normal.
Pengadilan pun akhirnya mendukung sikap CEF.
Belakangan, Pengadilan Tertinggi (Supreme Court) AS memberi pijakan kukuh untuk kasus
serupa. Dideklarasikan, sterilisasi atas pertimbangan genetis berada di bawah kekuasaan negara.
Hakim Oliver Wendell Holmes -- sebagai juru bicara pemerintah -- mengatakan bahwa
kesejahteraan menuntut pengorbanan warga negara terbaiknya. Artinya, mungkin,
keputusan-keputusan menyakitkan yang didasarkan pada alasan-alasan genetika bisa diterima
sepanjang menghindarkan negara dari banjir manusia-manusia tak berdaya.
Undang-undang wajib sterilisasi akhirnya pun dibuat dan dibukukan. Kabarnya, lebih dari 24
negara bagian menerapkannya. Akibatnya, lebih dari 30.000 orang disterilisasi meski bertentangan
dengan keinginannya.
Gerakan yang dikenal sebagai eugenic ini tentu saja menimbulkan pertentangan keras antara
kelompok pro dan kontra. Namun, pemerintah AS tampaknya tetap ngotot dengan keputusannya.
Bahkan, sikap mereka kian tegas setelah ilmuwan Francis Galton -- sepupu Charles Darwin --
mengatakan, jika binatang bisa diperbaiki lewat pembiakan selektif, manusia juga pasti bisa.
Di Inggris, eugenic sempat juga hadir. Namun, gerakan itu kemudian padam setelah tokoh
sosialis J.B.S. Haldane ngotot menentangnya. Ia menyatakan, masalah reproduksi tidak bisa
dikaitkan dengan persoalan membesarkan anak. Gagasan yang dikenal dengan ectogenesis
menyarankan, kasih sayang dan perhatian terhadap anak -- sekalipun cacat -- merupakan jalan
terbaik menciptakan manusia-manusia unggul.
Jerman bisa disebut negara yang paling menggembar-gemborkan semangat eugenic. Bahkan
gerakan itu mereka sebut sebagai pembersihan rasial. Pada tahun 1933, seseorang pejabat
kesejahteraan negara itu mengatakan bahwa undang-undang sterilisasi itu tidak cukup kuat
menghentikan arus kelahiran psikopat dan penderita cacat mental lainnya. Karena itu,
tindakan-tindakan yang lebih keras perlu diambil.
Dewasa ini tak banyak orang yang mempersoalkan eugenic. Pemerintah AS tampaknya juga
kian lunak dalam menerapkan keputusan yang kerap menyakitkan tersebut. Sebuah proposal yang
diajukan ke Federal Violence Initiative, tentang desakan untuk meneliti perilaku jahat anak-anak,
telah tiga tahun terbengkalai. Proposal itu mengungkapkan, sedikitnya ada 100.000 anak-anak di
AS yang menderita kelainan genetis. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin mereka akan tumbuh
menjadi berandal-berandal yang menggerogoti kehidupan masyarakat.
LINGKUNGAN MENYUMBANG PENGARUH
Lepas dari pertimbangan genetika, sejumlah ahli bersikeras bahwa lingkungan merupakan
faktor utama yang membentuk kepribadian seseorang. Argumentasi mereka, salah satunya,
mengacu pada fenomena yang terjadi di AS.
Diketahui, 45% kejahatan (pembunuhan, perkosaan, dan perampokan) di "Negeri Akang Sam"
cenderung dilakukan oleh orang-orang berkulit hitam meskipun jumlahnya hanya 12% dari total
populasi.
Data yang cukup mencengangkan ini tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan masalah
genetika. Bisa jadi, kata Peter Breggin, seorang psikiater yang juga aktivis antirasisme di AS,
"Mereka melakukan hal itu karena mereka adalah kelompok yang secara sosial merasa terbuang.
Jadi bukan karena mereka memang terlahir sebagai bajingan".
Lebih jauh ia menuding, penelitian mengenai gen kriminal merupakan alasan yang dicari-cari
guna menutupi ketidakmampuan para politisi mengatasi masalah kejahatan. "Ini tidak masuk akal.
Penelitian genetika yang berkaitan dengan perilaku kriminal cuma menghambur-hamburkan uang
saja", kata Breggin memprotes.
Suara serupa juga meluncur dari mulut Dr. Patric Bateson dari King's College, Cambridge.
"Ada banyak langkah bermanfaat yang bisa mengurangi angka kejahatan. Misalnya, tingkatkan
perhatian terhadap anak. Ini sangat sederhana jika dibandingkan dengan biaya yang perlu
dikeluarkan guna mengecek benar tidaknya seseorang memiliki kecenderungan berperilaku jahat.
Penelitian seharusnya dilihat dalam perspektif. Percuma saja bila apa yang kita lakukan hanya akan
memberikan kontribusi sangat kecil terhadap pemahaman kejahatan", tuturnya.
Bateson lebih setuju jika dana penelitian yang akan dikucurkan pemerintah AS untuk penelitian
gen kriminal dialihkan pada proyek Head Start, sebuah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan
IQ anak-anak yang terlantar melalui perawatan dan pendidikan. "Tidak memakan waktu, tapi akan
memberi banyak manfaat di kemudian hari", katanya menegaskan.
Semua itu tampak masuk akal. Lingkungan bisa jadi memang berperan penting. Simak saja
perjalanan hidup Milton Wheeler, seorang pemerkosa dan pembunuh yang baru-baru ini dijatuhi
hukuman penjara 12 tahun di Old Bailey. Kehidupan masa kecilnya nyaris tak mengenal
pengetahuan, kasih sayang, dan norma-norma sosial. Wheeler kerap menjadi obyek hajaran dan
pelecehan seksual ayahnya. Jika gen kriminal memang menyumbangkan pengaruh, kondisi
lingkungan boleh jadi tak kalah kuat membentuk kepribadiannya.
Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku ...
Mazmur 51:7
KESENANGAN OTAK
KESENANGAN OTAK
Banyaklah beramal karena selain berpahala, bisa
menciptakan kesenangan. Beramal menurut sebuah penelitian
bisa menyebabkan otak mengalami kesenangan seperti yang
dirasakan saat mengonsumsi makanan enak atau
berhubungan seks.
Tim dari Universitas Oregon, AS, meneliti dengan cara
memberikan uang US$100 (sekitar Rp900 ribu) kepada 19
sukarelawan. Kepala mereka kemudian dipasangi MRI
(magnetic resonance imaging) untuk mengetahui aktivitas otak.
Mereka kemudian diberi tahu uang tersebut akan
disumbangkan untuk memberi makan para tunawisma. Ketika
mereka melihat para tunawisma tersebut diberi makan, bagian
otak mereka, caudate nucleus dan nucleus accumbens yang
menandakan kesenangan, bereaksi.
“Yang menarik yakni bagian otak tersebut juga adalah
bagian yang beraksi ketika kita melakukan kesenangan
lainnya seperti makan, berhubungan seks, bermain, dan
lainnya,” ujar pemimpin penelitian Ulrich Mayr, guru besar
psikologi Universitas Oregon.
Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja
demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan
Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi
daripada menerima
Kisah Para Rasul 20:35
Banyaklah beramal karena selain berpahala, bisa
menciptakan kesenangan. Beramal menurut sebuah penelitian
bisa menyebabkan otak mengalami kesenangan seperti yang
dirasakan saat mengonsumsi makanan enak atau
berhubungan seks.
Tim dari Universitas Oregon, AS, meneliti dengan cara
memberikan uang US$100 (sekitar Rp900 ribu) kepada 19
sukarelawan. Kepala mereka kemudian dipasangi MRI
(magnetic resonance imaging) untuk mengetahui aktivitas otak.
Mereka kemudian diberi tahu uang tersebut akan
disumbangkan untuk memberi makan para tunawisma. Ketika
mereka melihat para tunawisma tersebut diberi makan, bagian
otak mereka, caudate nucleus dan nucleus accumbens yang
menandakan kesenangan, bereaksi.
“Yang menarik yakni bagian otak tersebut juga adalah
bagian yang beraksi ketika kita melakukan kesenangan
lainnya seperti makan, berhubungan seks, bermain, dan
lainnya,” ujar pemimpin penelitian Ulrich Mayr, guru besar
psikologi Universitas Oregon.
Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja
demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan
Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi
daripada menerima
Kisah Para Rasul 20:35
Kamis, 24 April 2008
SALAH BERITA, SALAH INFLUENCE
Salah Berita, Salah Influence
Jika semua berita Yesus adalah tentang Kerajaan Allah betapa mengenaskan bila ternyata berita kita tentang hal-hal yang lain. Jika berita kita keliru maka influence/pengaruhnya juga keliru.
Kata "kerajaan" mempunyai pengertian "pemerintahan yang berdaulat, otoritas sebagai raja". Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah. Bahkan Dia sendirilah kerajaan (Auto Basileia). Jika Allah memerintah maka segala sesuatunya berubah. Diluar pemerintahan Tuhan berarti kekacauan. Perbuatan-perbuatan kita yang salah disebabkan tidak menerima pemerintahan Allah...tidak menerima pengaturannya dalam hidup kita.
Ungkapan "Bertobatlah Kerajaan Allah sudah dekat" bukan berarti sekedar bertobat dari dosa-dosa moral supaya menjadi saleh dan masuk surga melainkan menyerahkan segenap diri masuk dan menerima pemerintahan Allah. Alasan pertobatan adalah Kerajaan. Kelahiran baru kitapun bertujuan membawa kita masuk ke dalam kerajaanNya (Yoh 3:3).
".....Bagi Dia yang mengasihi kita, dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan....." (Wahyu 1:5-6). Sasaran akhir penebusan adalah menjadikan kita suatu kerajaan. Berita pada awal, sepanjang, sampai akhir pelayananNya, berpusat pada berita Kerajaan (Mat 4:17, Kis 1:3). Berita Yohanes Pembaptis juga berita kerajaan. Bahkan Paulus pun berusaha meyakinkan orang-orang tentang Kerajaan Allah (Kis 19:8). Apa berita kita? Sekedar menciptakan daya tarik pribadi bagi pendengar karena berita yang emosional dan menyentuh kebutuhan ? Dari sudut pandang manusia dengan segala kebutuhannya atau dari sudut pandang Allah? Bertitik awal dari dosa, kegelisahan dan kesedihan manusia atau bertitik tolak kepada berita yang mengembalikan kita kepada pemerintahan kerajaanNya? Kita diutus untuk memberitakan Kerajaan Allah (Luk 9:2)...bukan yang lain! Yang lain hanyalah tambahannya. Mencari Kerajaan Nya dahulu, baru semuanya ditambahkan kepadamu (Mat 6:33). Solusi Tuhan Yesus bagi kekalutan dan penderitaan masyarakat Yahudi, di bawah penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu, adalah "Kerajaan Allah sudah dekat." Solusi seluruh problema kehidupan adalah datang kepada Kerajaan Allah.
Apa berita kita?
Posted by Cornelius Wing
Jika semua berita Yesus adalah tentang Kerajaan Allah betapa mengenaskan bila ternyata berita kita tentang hal-hal yang lain. Jika berita kita keliru maka influence/pengaruhnya juga keliru.
Kata "kerajaan" mempunyai pengertian "pemerintahan yang berdaulat, otoritas sebagai raja". Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah. Bahkan Dia sendirilah kerajaan (Auto Basileia). Jika Allah memerintah maka segala sesuatunya berubah. Diluar pemerintahan Tuhan berarti kekacauan. Perbuatan-perbuatan kita yang salah disebabkan tidak menerima pemerintahan Allah...tidak menerima pengaturannya dalam hidup kita.
Ungkapan "Bertobatlah Kerajaan Allah sudah dekat" bukan berarti sekedar bertobat dari dosa-dosa moral supaya menjadi saleh dan masuk surga melainkan menyerahkan segenap diri masuk dan menerima pemerintahan Allah. Alasan pertobatan adalah Kerajaan. Kelahiran baru kitapun bertujuan membawa kita masuk ke dalam kerajaanNya (Yoh 3:3).
".....Bagi Dia yang mengasihi kita, dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan....." (Wahyu 1:5-6). Sasaran akhir penebusan adalah menjadikan kita suatu kerajaan. Berita pada awal, sepanjang, sampai akhir pelayananNya, berpusat pada berita Kerajaan (Mat 4:17, Kis 1:3). Berita Yohanes Pembaptis juga berita kerajaan. Bahkan Paulus pun berusaha meyakinkan orang-orang tentang Kerajaan Allah (Kis 19:8). Apa berita kita? Sekedar menciptakan daya tarik pribadi bagi pendengar karena berita yang emosional dan menyentuh kebutuhan ? Dari sudut pandang manusia dengan segala kebutuhannya atau dari sudut pandang Allah? Bertitik awal dari dosa, kegelisahan dan kesedihan manusia atau bertitik tolak kepada berita yang mengembalikan kita kepada pemerintahan kerajaanNya? Kita diutus untuk memberitakan Kerajaan Allah (Luk 9:2)...bukan yang lain! Yang lain hanyalah tambahannya. Mencari Kerajaan Nya dahulu, baru semuanya ditambahkan kepadamu (Mat 6:33). Solusi Tuhan Yesus bagi kekalutan dan penderitaan masyarakat Yahudi, di bawah penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu, adalah "Kerajaan Allah sudah dekat." Solusi seluruh problema kehidupan adalah datang kepada Kerajaan Allah.
Apa berita kita?
Posted by Cornelius Wing
PROSES MEMPENGARUHI KUALITAS
PROSES MEMPENGARUHI KUALITAS
"We're all a product of where we've been." Hasil instant adalah sebuah bentuk pelecehan mendasar terhadap makna proses. Menariknya, dalam realita kehidupan yang dijalani, Yesus lebih memilih untuk memaknai kehidupan dengan proses.
Bagi Yesus, proses adalah sebuah percepatan untuk mencapai maksud inti Bapa-Nya. Itulah sebabnya mengapa dengan berani Dia melontarkan kalimat-kalimat yang berkekuatan untuk membungkamkan cara berpikir instant. Kalimat-kalimat yang saya maksudkan adalah:
"Biarlah itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." (Matius 3:15). Proses merendahkan diri.
"Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?" (Matius 26:54). Proses teraniaya sampai mati.
Kualitas kehidupan Yesus ternyata adalah sebuah product yang muncul karena Dia pernah menjejakkan kaki pada setiap tempat pemrosesan. Bekas pijakan kaki yang ditinggalkan-Nya dengan kepala tegak itu, ternyata telah mengukir penambahan kualitas dalam diri Yesus.
Saya rasa, kita harus melatih diri untuk bukan sekedar menyoroti kualitas kehidupan seseorang, namun juga proses yang mereka pilih untuk jalani dengan kesadaran penuh akan kehendak Tuhan. Setahu saya, Alkitab tidak hanya secara transparan menyoroti tentang kualitas hidup Yesus semata, namun juga keputusan-keputusan yang Dia lahirkan dengan cucuran air mata serta pergulatan jiwani dalam sebuah proses.
Berpikir proses, menjalani dan menghargainya, akan mempercepat langkah kita kepada pencapaian kualitas Ilahi. "Welcome to the reality of quality!"
Posted by Onna Tahapary
"We're all a product of where we've been." Hasil instant adalah sebuah bentuk pelecehan mendasar terhadap makna proses. Menariknya, dalam realita kehidupan yang dijalani, Yesus lebih memilih untuk memaknai kehidupan dengan proses.
Bagi Yesus, proses adalah sebuah percepatan untuk mencapai maksud inti Bapa-Nya. Itulah sebabnya mengapa dengan berani Dia melontarkan kalimat-kalimat yang berkekuatan untuk membungkamkan cara berpikir instant. Kalimat-kalimat yang saya maksudkan adalah:
"Biarlah itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." (Matius 3:15). Proses merendahkan diri.
"Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?" (Matius 26:54). Proses teraniaya sampai mati.
Kualitas kehidupan Yesus ternyata adalah sebuah product yang muncul karena Dia pernah menjejakkan kaki pada setiap tempat pemrosesan. Bekas pijakan kaki yang ditinggalkan-Nya dengan kepala tegak itu, ternyata telah mengukir penambahan kualitas dalam diri Yesus.
Saya rasa, kita harus melatih diri untuk bukan sekedar menyoroti kualitas kehidupan seseorang, namun juga proses yang mereka pilih untuk jalani dengan kesadaran penuh akan kehendak Tuhan. Setahu saya, Alkitab tidak hanya secara transparan menyoroti tentang kualitas hidup Yesus semata, namun juga keputusan-keputusan yang Dia lahirkan dengan cucuran air mata serta pergulatan jiwani dalam sebuah proses.
Berpikir proses, menjalani dan menghargainya, akan mempercepat langkah kita kepada pencapaian kualitas Ilahi. "Welcome to the reality of quality!"
Posted by Onna Tahapary
MATI "AKU"NYA
MATI “AKU”-NYA
1. Kalau engkau dilupakan atau diabaikan orang atau kalau dengan sengaja orang
menyia-nyiakan engkau atau pun engkau diremehkan, namun engkau tidak sakit hati dan
tidak tersinggung walaupun engkau tidak diperhatikan; kebalikannya kalau hatimu
bergembira karena engkau dianggap layak untuk boleh menderita bagi Kristus, ITULAH
KEPANDAIAN UNTUK MEMBIARKAN “AKU” – NYA MATI.
2. Jikalau kebaikanmu dibicarakan seakan-akan merupakan kejahatan, kalau
perbuatanmu yang baik difitnahkan, kalau keinginanmu ditentang, dan kalau apa yang
kau rindukan dihalangi orang, kalau pendapat dan nasehatmu tidak dituruti dan dianggap
tidak penting, kalau pikiran dan usulmu diolok-olokkan; namun engkau tidak membiarkan
rasa amarah timbul dalam hatimu, bahkan engkau tidak membela diri, tetapi kalau
semuanya itu engkau terima dengan penuh kesabaran, penuh pengasihan, dan berdiam
diri saja; ITULAH MATI “AKU” – NYA.
3. Jikalau engkau tahu menahan dengan penuh pengasihan dan kesabaran terhadap
keadaan manapun yang kurang teratur atau kurang tertib atau pun waktu ada yang
teledor dan terlambat dan kurang teliti, atau orang menjalankan hal yang dapat
menjengkelkan; kalau engkau tetap bersabar bila orang yang di dekatmu menyia-nyiakan
waktu dan tenaga atau menjalankan hal-hal yang tidak pada tempatnya dan yang
keterlaluan; pun kalau sikap orang sangat tumpul terhadap hidup rohani dan sangat
kurang peka terhadap dorongan Rahmat Tuhan; jikalau engkau dapat menyabarkannya
sama seperti Yesus sendiri telah menyabarkannya ITULAH MATI “AKU” – NYA.
4. Kalau engkau terima baik macam makanan manapun, dan tidak bersungut mengenai
kecilnya pemberian orang, dan mau terima baik corak pakaian apapun dan keadaan cuaca
manapun dan lingkungan manapun dan kesepian manapun, dan engkau tetap sabar kalau
oleh kehendak Tuhan pekerjaanmu diputus-putuskan; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK
MEMBIARKAN “AKU” – NYA MATI.
5. Kalau dalam pembicaraanmu tidak pernah engkau berusaha untuk tonjolkan dirimu
sendiri atau mengalihkan perhatian orang kepada dirimu, dan kalau tidak pernah kau catat
perbuatanmu sendiri yang baik, dan kalau engkau tidak ingin dipuji, dan engkau sungguh
senang kalau dirimu tidak dikenal; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
6. Waktu engkau melihat saudaramu mengalami kemujuran, dan segala keperluan dia
dipenuhi, lalu kalau di situ dengan tulus ikhlas engkau dapat bersukacita bersama dan
sehati dengan dia, dan engkau tidak merasa iri dan tidak berbantah dengan Tuhan
tentang mengapa orang lain sudah ditolong sedangkan barangkali kebutuhanmu sendiri
jauh lebih besar dan mendesak dan keadaanmu sendiri sudah hampir dapat membuat
engkau putus asa; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
7. Kalau engkau tahu terima baik teguran dan hardikan dari seorang yang lebih muda
atau yang kedudukannya dianggap lebih rendah daripada dirimu, dan kalau disitu dengan
rendah hati engkau dapat menyerahkan dan takluk pada kenyataan dalam hatimu
maupun dalam ucapanmu tanpa pemberontakan dan rasa dendam dalam hatimu;
“ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah.
Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku ....
Galatia 2:19-20a
1. Kalau engkau dilupakan atau diabaikan orang atau kalau dengan sengaja orang
menyia-nyiakan engkau atau pun engkau diremehkan, namun engkau tidak sakit hati dan
tidak tersinggung walaupun engkau tidak diperhatikan; kebalikannya kalau hatimu
bergembira karena engkau dianggap layak untuk boleh menderita bagi Kristus, ITULAH
KEPANDAIAN UNTUK MEMBIARKAN “AKU” – NYA MATI.
2. Jikalau kebaikanmu dibicarakan seakan-akan merupakan kejahatan, kalau
perbuatanmu yang baik difitnahkan, kalau keinginanmu ditentang, dan kalau apa yang
kau rindukan dihalangi orang, kalau pendapat dan nasehatmu tidak dituruti dan dianggap
tidak penting, kalau pikiran dan usulmu diolok-olokkan; namun engkau tidak membiarkan
rasa amarah timbul dalam hatimu, bahkan engkau tidak membela diri, tetapi kalau
semuanya itu engkau terima dengan penuh kesabaran, penuh pengasihan, dan berdiam
diri saja; ITULAH MATI “AKU” – NYA.
3. Jikalau engkau tahu menahan dengan penuh pengasihan dan kesabaran terhadap
keadaan manapun yang kurang teratur atau kurang tertib atau pun waktu ada yang
teledor dan terlambat dan kurang teliti, atau orang menjalankan hal yang dapat
menjengkelkan; kalau engkau tetap bersabar bila orang yang di dekatmu menyia-nyiakan
waktu dan tenaga atau menjalankan hal-hal yang tidak pada tempatnya dan yang
keterlaluan; pun kalau sikap orang sangat tumpul terhadap hidup rohani dan sangat
kurang peka terhadap dorongan Rahmat Tuhan; jikalau engkau dapat menyabarkannya
sama seperti Yesus sendiri telah menyabarkannya ITULAH MATI “AKU” – NYA.
4. Kalau engkau terima baik macam makanan manapun, dan tidak bersungut mengenai
kecilnya pemberian orang, dan mau terima baik corak pakaian apapun dan keadaan cuaca
manapun dan lingkungan manapun dan kesepian manapun, dan engkau tetap sabar kalau
oleh kehendak Tuhan pekerjaanmu diputus-putuskan; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK
MEMBIARKAN “AKU” – NYA MATI.
5. Kalau dalam pembicaraanmu tidak pernah engkau berusaha untuk tonjolkan dirimu
sendiri atau mengalihkan perhatian orang kepada dirimu, dan kalau tidak pernah kau catat
perbuatanmu sendiri yang baik, dan kalau engkau tidak ingin dipuji, dan engkau sungguh
senang kalau dirimu tidak dikenal; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
6. Waktu engkau melihat saudaramu mengalami kemujuran, dan segala keperluan dia
dipenuhi, lalu kalau di situ dengan tulus ikhlas engkau dapat bersukacita bersama dan
sehati dengan dia, dan engkau tidak merasa iri dan tidak berbantah dengan Tuhan
tentang mengapa orang lain sudah ditolong sedangkan barangkali kebutuhanmu sendiri
jauh lebih besar dan mendesak dan keadaanmu sendiri sudah hampir dapat membuat
engkau putus asa; ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
7. Kalau engkau tahu terima baik teguran dan hardikan dari seorang yang lebih muda
atau yang kedudukannya dianggap lebih rendah daripada dirimu, dan kalau disitu dengan
rendah hati engkau dapat menyerahkan dan takluk pada kenyataan dalam hatimu
maupun dalam ucapanmu tanpa pemberontakan dan rasa dendam dalam hatimu;
“ITULAH KEPANDAIAN UNTUK MATI “AKU” – NYA.
Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah.
Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku ....
Galatia 2:19-20a
Rabu, 23 April 2008
PARADIGMA KASIH
Paradigma Kasih
Mengapa kasih dan mengasihi menjadi dasar bagi semua motif, tujuan, karakter,
pergerakan dan pelayanan? Dasar bagi segala-segalanya? Sehingga mengurangi
kasih dalam semua hal tersebut berarti membuat semuanya itu tidak ada artinya
dan kosong.
Matius 22:36-40 menuliskan: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum
Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama
dengan itu ialah: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua
hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Jelaslah disini keutamaan kasih menjadi tak terbantahkan. Bahkan hukum
kasih telah meringkas dan merangkum seluruh hukum-hukum Allah yang
ada.
Sedangkan dalam I Korintus 13:1-3 Rasul Paulus memberi penguatan dan
penegasan dengan membandingkannya dengan kualitas-kualitas rohani yang
lain : “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan
bahasa malaikat, tapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang
berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia
untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh
pengetahuan tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku bahkan
menyerahkan tubuhku untuk dibakar tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit
pun tidak ada faedahnya bagiku.”
Nah, bahkan menurut ayat tersebut radikalitas, kuasa, dan kemampuan
apapun dikurangi kasih menjadi nihil!
Dorongan untuk hidup dalam kasih yang menggelora kepada Allah menjadi
semakin menguat lagi dengan menelaah teguran keras Firman Tuhan dalam
Wahyu 2:2-5: “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang
jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul tetapi
yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.
Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena namaKu dan engkau tidak
mengenal lelah, namun demikian Aku mencela engkau karena engkau telah
meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya
engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau
lakukan.”
Ketiadaan kasih bahkan dianggap kejatuhan rohani !
Meskipun disebutkan dengan sedemikian jelas bahwa kasih merupakan parameter
seluruh segi-segi kehidupan dan kerohanian tetapi mengapa dorongan untuk
mengasihi menjadi begitu lemah? Mengapa sulit, bahkan gagal, mengasihi? Alkitab
menuliskan di dalam Roma 12:2 ... "berubahlah kamu oleh pembaharuan
budimu…”. yang berarti persoalan kita yang sebenarnya untuk berubah dari
kebencian kepada mengasihi adalah pikiran kita. Perubahan dimulai dari akal
budi! Sudut pandang atau paradigma kita tentang kasih dan mengasihi perlu
dievaluasi dan mengalami “Truth encounter”(perjumpaan dengan kebenaran).
Ada 3 paradigma atau kebenaran tentang kasih terhadap yang lain :
1. Melepaskan Kasih.
Seperti kebodohan seseorang yang bersusah payah membuat api dengan cara
memakai kayu ala jaman batu padahal dia punya banyak sekali korek api
dikantongnya, seironis itu jugalah kebanyakan dari kita yang sebenarnya memiliki
kasih hanya saja tidak tahu bahwa kita telah memilikinya. Dengan susah payah
kita perjuangkan sesuatu yang sebenarnya telah kita miliki seperti seakan-akan hal
tersebut belum kita miliki. Sebenarnya kita sanggup mengasihi tapi sudut pandang
yang salah tentang kasih membuat kasih tidak teraktivasi. Roma 5:5 mengatakan :”
… kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah
dikaruniakan kepada kita.” .(bhs Inggris= pour-out). Dalam teks yang lain
disebutkan “dicurahkan sampai habis.” Tak peduli bagaimana perasaan kita
kepada orang yang melukai kita maka kasih sudah ada dalam hati kita. Kasih
bukan diminta tapi tinggal disalurkan. Kita tidak mempunyainya tapi Yesus di dalam
kita mempunyainya (“… oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”),
dan agape tidak pernah gagal. Makin dahsyat masalahnya maka makin banyak
"liter" kasih yang kita harus salurkan (misal: untuk masalah berat alirkan “10 liter
kasih” dari dalam hati kita tetapi untuk masalah sepele lepaskan dan alirkan dari
dalam kita “1 liter kasih”). Seperti listrik maka akan mengalir kalau saklarnya ditekan
dan dalam hal ini saklar tersebut adalah keputusan kita! Sekali lagi, kenapa listrik
tidak mengalir untuk menyalakan sang lampu bukannya kabelnya tidak “ditinggali”
listrik melainkan saklarnya belum ditekan. Jadi putuskan untuk mengalirkannya
sekalipun perasaan berkata lain. Tetapkan “iman untuk mengasihi” yang seringkali
bertentangan dengan perasaan kita maka perasaan akan mengikuti keputusan.
Kasih adalah keputusan bukan perasaan. Perasaan tidak stabil yang juga membuat
kasih kita tidak stabil jika didasarkan pada apa yang kita rasa. Di Alkitab kasih itu
bentuknya selalu perintah maka berarti bisa dilakukan dan harus harus
dilakukan! Perasaan pasti tidak mampu karena sedang terluka tetapi keputusan
dalam kekuatan kasih karunia Allah selalu membuat kita menjadi lebih dari
pemenang.
Ada tiga hal yang memang patut dipertimbangkan sebagai “sumbat” kasih (I
Timotius 1:15) yang seringkali membuat aliran kasih sulit dilepaskan/dialirkan yaitu:
a) Tidak adanya hati yang suci (hati yang pahit).
Kepahitan adalah ketidakmampuan untuk mengampuni. Kepahitan adalah dosa
karena Firman Tuhan berkata: “... jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu
juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:15). Dan celakanya
kepahitan merupakan dosa yang paling tidak disadari oleh pelakunya karena orang
yang pahit (marah, kecewa, jengkel, dan sebagainya) biasanya merasa benar.
Kepahitan dan orang yang pahit adalah dosa. Kita perlu menyucikan hati kita. Buat
keputusan segera untuk melepaskan kasih!
b) Hati nurani yang tidak murni.
Semua dosa yang kita perbuat terhadap sesama harus kita pertanggungjawabkan
demi kemurnian nurani kita agar tidak “disiksa algojo” (sampai kita “melunaskan
seluruh hutang” kita). Bacalah kisah tentang pengampunan dalam Matius 18:21-35.
Ini bicara tentang restitusi dimana pemberesan tuntas akan membuat hati kita siap
melepaskan kasih setelah menjadi murni. (seringkali tidak cukup dengan meminta
maaf saja tetapi “mengganti” penuh kesalahan yang telah dibuat).
c) Ketiadaan iman.
Iman seringkali berlawanan dengan perasaan maka sikap kita terhadap perasaan
yang menghalangi keputusan kita untuk melepaskan kasih sudah jelas: hiraukan!
Dan tetap pada keputusan mengasihi.
2. Menyerahkan Kuasa.
Mengasihi seperti Yesus membutuhkan penyerahan kuasa sebab kasih dan kuasa
tidak dapat diekspresikan secara serempak. Allah Maha Kuasa telah
mendemonstrasikan kuasa-Nya dengan menciptakan jagad raya, penghancuran
kekuatan musuh-musuh-Nya, dan membelah laut merah pada masa lampau. Tetapi
2000 tahun yang lalu, ketika Dia ingin mendemonstrasikan kasih-Nya, Dia
menyerahkan kuasa-Nya. Yesus mengesampingkan kemuliaan yang akan
mempesona dan menyilaukan manusia, merendahkan diri dan datang kepada kita
dalam kemanusiaan. (Filipi 2:5-8). Dia sangat merendahkan diri-Nya, menderita dan
mati di kayu salib. Orang-orang mengejek dan meludahi Dia. Mereka berteriak
kepada Yesus supaya mendemonstrasikan kuasa-Nya untuk menyelamatkan diri-
Nya sendiri tetapi Dia menolaknya. Dia menolak sebab salib bukan tempat untuk
kuasa, itu tempat untuk mendemonstrasikan kasih-Nya. Tidak dapat serempak. Bagi
dunia Yesus terlihat bodoh. Mereka percaya hanya kuasa yang dapat membawa
perubahan sejati. Mereka berpikir tidak punya kuasa berarti tidak ada apa-apanya.
Padahal love is never fail. Kita bahkan berubah karena kasih-Nya yang menjadi
alasan pertama-tama! Penderitaan dan pengorbanannya bagi dunia terhilang telah
memukau banyak orang untuk akhirnya menyerah dalam pelukan-Nya . Untuk
mengasihi seperti Yesus berarti menyerahkan kuasa. Itu bisa berkaitan dengan
reputasi, kendali, kedudukan, status, atau kekuatan yang dikosongkan! Semakin
kita menyerahkan kuasa maka semakin kita sanggup mengasihi meskipun berarti
juga lebih mudah diserang. Semakin rendah hati maka semakin sanggup
mengasihi. Orang sombong tidak akan pernah bisa mengasihi. Yesus bertanya:
Siapa yang akan menjadi hamba? Pada saat berjalan ke Kapernaum, murid-murid
mempertengkarkan tentang siapa yang terbesar diantara mereka.Yesus berkata
kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." (Markus 9:35).
Mengasihi seperti Yesus memerlukan penyerahan kuasa dan mau melayani seperti
yang Yesus sudah lakukan. Ibu Theresa tahu kebenaran ini dan mencontoh gaya
hidup Yesus. Dia mengosongkan dirinya sendiri dari kemakmuran, kekuasaan dan
martabat lalu menjadi hamba bagi masyarakat miskin di India. Dia memberikan
dirinya sendiri sampai tidak meninggalkan apa-apa lagi untuk diberikan. Orang-
orang diseluruh dunia mendengarkan dia bukan karena dia mengomandoi sebuah
laskar tetapi karena dia berkehendak untuk meneladani Yesus. Bunda Theresa
berkata: "Kasih yang sejati harus menimbulkan rasa yang sakit; dan tanpa berani
menderita, kita hanya akan melakukan pekerjaan sosial saja, bukan tindakan cinta."
(Bidadari dari Kalkuta-by Wahyudin-2004, halaman 169)
3. Prinsip “melakukan seperti untuk Tuhan”.
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Jika kita memandang orangnya
pasti kita tidak sanggup untuk mengasihi sehubungan dengan kesalahannya yang
begitu besar dimata kita.Tetapi kekuatan kita untuk mengasihi datang dari Tuhan
yang berfirman: “Perbuatlah seperti untuk Tuhan!” Matius 25:35-46 berkata: ”
Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan, ketika Aku haus, kamu memberi
Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan ; ketika Aku
telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika
Aku didalam penjara, kamu mengunjungi Aku … Aku berkata kepadamu
sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari
saudara-Ku yang hina ini, kamu melakukannya untuk Aku … segala sesuatu
yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak
melakukannya untuk Aku.” Jangan memandang orangnya karena pasti kita akan
gagal dalam mengasihi dan tidak dapat lakukan yang terbaik terhadap orang
tersebut. Tapi coba bertindak seperti sedang memperlakukan Tuhan sendiri maka
pasti sikap kita berubah. Firman Tuhan menegaskan: ”… karena barangsiapa tidak
mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya (1 Yohanes 4:20) … mengasihi orang lain juga merupakan petunjuk
bahwa kita mengasihi Allah!
- CORNELIUS WING -
Mengapa kasih dan mengasihi menjadi dasar bagi semua motif, tujuan, karakter,
pergerakan dan pelayanan? Dasar bagi segala-segalanya? Sehingga mengurangi
kasih dalam semua hal tersebut berarti membuat semuanya itu tidak ada artinya
dan kosong.
Matius 22:36-40 menuliskan: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum
Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama
dengan itu ialah: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua
hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Jelaslah disini keutamaan kasih menjadi tak terbantahkan. Bahkan hukum
kasih telah meringkas dan merangkum seluruh hukum-hukum Allah yang
ada.
Sedangkan dalam I Korintus 13:1-3 Rasul Paulus memberi penguatan dan
penegasan dengan membandingkannya dengan kualitas-kualitas rohani yang
lain : “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan
bahasa malaikat, tapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang
berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia
untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh
pengetahuan tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.
Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku bahkan
menyerahkan tubuhku untuk dibakar tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit
pun tidak ada faedahnya bagiku.”
Nah, bahkan menurut ayat tersebut radikalitas, kuasa, dan kemampuan
apapun dikurangi kasih menjadi nihil!
Dorongan untuk hidup dalam kasih yang menggelora kepada Allah menjadi
semakin menguat lagi dengan menelaah teguran keras Firman Tuhan dalam
Wahyu 2:2-5: “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang
jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul tetapi
yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.
Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena namaKu dan engkau tidak
mengenal lelah, namun demikian Aku mencela engkau karena engkau telah
meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya
engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau
lakukan.”
Ketiadaan kasih bahkan dianggap kejatuhan rohani !
Meskipun disebutkan dengan sedemikian jelas bahwa kasih merupakan parameter
seluruh segi-segi kehidupan dan kerohanian tetapi mengapa dorongan untuk
mengasihi menjadi begitu lemah? Mengapa sulit, bahkan gagal, mengasihi? Alkitab
menuliskan di dalam Roma 12:2 ... "berubahlah kamu oleh pembaharuan
budimu…”. yang berarti persoalan kita yang sebenarnya untuk berubah dari
kebencian kepada mengasihi adalah pikiran kita. Perubahan dimulai dari akal
budi! Sudut pandang atau paradigma kita tentang kasih dan mengasihi perlu
dievaluasi dan mengalami “Truth encounter”(perjumpaan dengan kebenaran).
Ada 3 paradigma atau kebenaran tentang kasih terhadap yang lain :
1. Melepaskan Kasih.
Seperti kebodohan seseorang yang bersusah payah membuat api dengan cara
memakai kayu ala jaman batu padahal dia punya banyak sekali korek api
dikantongnya, seironis itu jugalah kebanyakan dari kita yang sebenarnya memiliki
kasih hanya saja tidak tahu bahwa kita telah memilikinya. Dengan susah payah
kita perjuangkan sesuatu yang sebenarnya telah kita miliki seperti seakan-akan hal
tersebut belum kita miliki. Sebenarnya kita sanggup mengasihi tapi sudut pandang
yang salah tentang kasih membuat kasih tidak teraktivasi. Roma 5:5 mengatakan :”
… kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah
dikaruniakan kepada kita.” .(bhs Inggris= pour-out). Dalam teks yang lain
disebutkan “dicurahkan sampai habis.” Tak peduli bagaimana perasaan kita
kepada orang yang melukai kita maka kasih sudah ada dalam hati kita. Kasih
bukan diminta tapi tinggal disalurkan. Kita tidak mempunyainya tapi Yesus di dalam
kita mempunyainya (“… oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”),
dan agape tidak pernah gagal. Makin dahsyat masalahnya maka makin banyak
"liter" kasih yang kita harus salurkan (misal: untuk masalah berat alirkan “10 liter
kasih” dari dalam hati kita tetapi untuk masalah sepele lepaskan dan alirkan dari
dalam kita “1 liter kasih”). Seperti listrik maka akan mengalir kalau saklarnya ditekan
dan dalam hal ini saklar tersebut adalah keputusan kita! Sekali lagi, kenapa listrik
tidak mengalir untuk menyalakan sang lampu bukannya kabelnya tidak “ditinggali”
listrik melainkan saklarnya belum ditekan. Jadi putuskan untuk mengalirkannya
sekalipun perasaan berkata lain. Tetapkan “iman untuk mengasihi” yang seringkali
bertentangan dengan perasaan kita maka perasaan akan mengikuti keputusan.
Kasih adalah keputusan bukan perasaan. Perasaan tidak stabil yang juga membuat
kasih kita tidak stabil jika didasarkan pada apa yang kita rasa. Di Alkitab kasih itu
bentuknya selalu perintah maka berarti bisa dilakukan dan harus harus
dilakukan! Perasaan pasti tidak mampu karena sedang terluka tetapi keputusan
dalam kekuatan kasih karunia Allah selalu membuat kita menjadi lebih dari
pemenang.
Ada tiga hal yang memang patut dipertimbangkan sebagai “sumbat” kasih (I
Timotius 1:15) yang seringkali membuat aliran kasih sulit dilepaskan/dialirkan yaitu:
a) Tidak adanya hati yang suci (hati yang pahit).
Kepahitan adalah ketidakmampuan untuk mengampuni. Kepahitan adalah dosa
karena Firman Tuhan berkata: “... jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu
juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:15). Dan celakanya
kepahitan merupakan dosa yang paling tidak disadari oleh pelakunya karena orang
yang pahit (marah, kecewa, jengkel, dan sebagainya) biasanya merasa benar.
Kepahitan dan orang yang pahit adalah dosa. Kita perlu menyucikan hati kita. Buat
keputusan segera untuk melepaskan kasih!
b) Hati nurani yang tidak murni.
Semua dosa yang kita perbuat terhadap sesama harus kita pertanggungjawabkan
demi kemurnian nurani kita agar tidak “disiksa algojo” (sampai kita “melunaskan
seluruh hutang” kita). Bacalah kisah tentang pengampunan dalam Matius 18:21-35.
Ini bicara tentang restitusi dimana pemberesan tuntas akan membuat hati kita siap
melepaskan kasih setelah menjadi murni. (seringkali tidak cukup dengan meminta
maaf saja tetapi “mengganti” penuh kesalahan yang telah dibuat).
c) Ketiadaan iman.
Iman seringkali berlawanan dengan perasaan maka sikap kita terhadap perasaan
yang menghalangi keputusan kita untuk melepaskan kasih sudah jelas: hiraukan!
Dan tetap pada keputusan mengasihi.
2. Menyerahkan Kuasa.
Mengasihi seperti Yesus membutuhkan penyerahan kuasa sebab kasih dan kuasa
tidak dapat diekspresikan secara serempak. Allah Maha Kuasa telah
mendemonstrasikan kuasa-Nya dengan menciptakan jagad raya, penghancuran
kekuatan musuh-musuh-Nya, dan membelah laut merah pada masa lampau. Tetapi
2000 tahun yang lalu, ketika Dia ingin mendemonstrasikan kasih-Nya, Dia
menyerahkan kuasa-Nya. Yesus mengesampingkan kemuliaan yang akan
mempesona dan menyilaukan manusia, merendahkan diri dan datang kepada kita
dalam kemanusiaan. (Filipi 2:5-8). Dia sangat merendahkan diri-Nya, menderita dan
mati di kayu salib. Orang-orang mengejek dan meludahi Dia. Mereka berteriak
kepada Yesus supaya mendemonstrasikan kuasa-Nya untuk menyelamatkan diri-
Nya sendiri tetapi Dia menolaknya. Dia menolak sebab salib bukan tempat untuk
kuasa, itu tempat untuk mendemonstrasikan kasih-Nya. Tidak dapat serempak. Bagi
dunia Yesus terlihat bodoh. Mereka percaya hanya kuasa yang dapat membawa
perubahan sejati. Mereka berpikir tidak punya kuasa berarti tidak ada apa-apanya.
Padahal love is never fail. Kita bahkan berubah karena kasih-Nya yang menjadi
alasan pertama-tama! Penderitaan dan pengorbanannya bagi dunia terhilang telah
memukau banyak orang untuk akhirnya menyerah dalam pelukan-Nya . Untuk
mengasihi seperti Yesus berarti menyerahkan kuasa. Itu bisa berkaitan dengan
reputasi, kendali, kedudukan, status, atau kekuatan yang dikosongkan! Semakin
kita menyerahkan kuasa maka semakin kita sanggup mengasihi meskipun berarti
juga lebih mudah diserang. Semakin rendah hati maka semakin sanggup
mengasihi. Orang sombong tidak akan pernah bisa mengasihi. Yesus bertanya:
Siapa yang akan menjadi hamba? Pada saat berjalan ke Kapernaum, murid-murid
mempertengkarkan tentang siapa yang terbesar diantara mereka.Yesus berkata
kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." (Markus 9:35).
Mengasihi seperti Yesus memerlukan penyerahan kuasa dan mau melayani seperti
yang Yesus sudah lakukan. Ibu Theresa tahu kebenaran ini dan mencontoh gaya
hidup Yesus. Dia mengosongkan dirinya sendiri dari kemakmuran, kekuasaan dan
martabat lalu menjadi hamba bagi masyarakat miskin di India. Dia memberikan
dirinya sendiri sampai tidak meninggalkan apa-apa lagi untuk diberikan. Orang-
orang diseluruh dunia mendengarkan dia bukan karena dia mengomandoi sebuah
laskar tetapi karena dia berkehendak untuk meneladani Yesus. Bunda Theresa
berkata: "Kasih yang sejati harus menimbulkan rasa yang sakit; dan tanpa berani
menderita, kita hanya akan melakukan pekerjaan sosial saja, bukan tindakan cinta."
(Bidadari dari Kalkuta-by Wahyudin-2004, halaman 169)
3. Prinsip “melakukan seperti untuk Tuhan”.
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Jika kita memandang orangnya
pasti kita tidak sanggup untuk mengasihi sehubungan dengan kesalahannya yang
begitu besar dimata kita.Tetapi kekuatan kita untuk mengasihi datang dari Tuhan
yang berfirman: “Perbuatlah seperti untuk Tuhan!” Matius 25:35-46 berkata: ”
Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan, ketika Aku haus, kamu memberi
Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan ; ketika Aku
telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika
Aku didalam penjara, kamu mengunjungi Aku … Aku berkata kepadamu
sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari
saudara-Ku yang hina ini, kamu melakukannya untuk Aku … segala sesuatu
yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak
melakukannya untuk Aku.” Jangan memandang orangnya karena pasti kita akan
gagal dalam mengasihi dan tidak dapat lakukan yang terbaik terhadap orang
tersebut. Tapi coba bertindak seperti sedang memperlakukan Tuhan sendiri maka
pasti sikap kita berubah. Firman Tuhan menegaskan: ”… karena barangsiapa tidak
mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya (1 Yohanes 4:20) … mengasihi orang lain juga merupakan petunjuk
bahwa kita mengasihi Allah!
- CORNELIUS WING -
AWET MUDA DAN KEHIDUPAN SOSIAL
AWET MUDA DAN KEHIDUPAN SOSIAL
Lupakan cara pengobatan modern atau terapi sulih hormon. Riset baru
di Hongkong menyatakan cara terbaik untuk awet muda adalah
memperbaiki kehidupan sosial Anda. Berada di tengah lingkungan
teman-teman dan tetangga yang baik, kebiasaan bergembira, dan
simpanan di bank yang terus bertambah, berperan dalam menghadapi
usia tua yang lebih sehat dan lebih aktif. Inilah hasil penelitian
Universitas Hongkong. “Jaringan sosial, gaya hidup, keamanan
finansial, humor dan berpandangan positif dapat membantu
meningkatkan proses penuaan yang positif,” kata Ng Sik-hung, ketua
departemen kajian sosial terapan di universitas tersebut.
Ibrani 12:14-15
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan,
sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia
Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan
dan yang mencemarkan banyak orang.
Lupakan cara pengobatan modern atau terapi sulih hormon. Riset baru
di Hongkong menyatakan cara terbaik untuk awet muda adalah
memperbaiki kehidupan sosial Anda. Berada di tengah lingkungan
teman-teman dan tetangga yang baik, kebiasaan bergembira, dan
simpanan di bank yang terus bertambah, berperan dalam menghadapi
usia tua yang lebih sehat dan lebih aktif. Inilah hasil penelitian
Universitas Hongkong. “Jaringan sosial, gaya hidup, keamanan
finansial, humor dan berpandangan positif dapat membantu
meningkatkan proses penuaan yang positif,” kata Ng Sik-hung, ketua
departemen kajian sosial terapan di universitas tersebut.
Ibrani 12:14-15
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan,
sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia
Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan
dan yang mencemarkan banyak orang.
Minggu, 20 April 2008
Sebuah sepeda dari Tuhan
SEBUAH SEPEDA DARI TUHAN
Sesungguhnya, mata Tuhan tertuju pada mereka yang takut akan Dia (Mzm 33:18)
Hal ini terjadi saat aku melayani sebagai staf di sebuah Sekolah Alkitab di daerah Malang. Pada angkatan baru dalam sekolah tersebut, kami kedatangan seorang pengajar dari kota Makasar dan beliau mengajarkan seri pemulihan “kesembuhan bathin & kasih Bapa”. Minggu tersebut merupakan hari-hari yang luar biasa sebab kami melihat bagaimana jiwa-jiwa yang terluka dipulihkan kembali. Sampai pada akhir sessi pengajaran Kasih Bapa, saat kami mengadakan penyembahan pada Tuhan. Sang pengajar memanggilku dan berkata,”Nak, Tuhan sangat mengasihimu. Bapa Surgawimu, jauh berbeda dengan ayah duniawimu yang tidak sempurna.” Lebih lanjut sang pengajar berujar,”Saya melihat TUHAN membawakan hadiah sebuah sepeda bagimu.” Seketika itu juga hatiku tersentuh dan mulai mengucap syukur untuk kebaikan Bapa Surgawi. Bagi orang lain mungkin penglihatan itu biasa-biasa saja. Namun bagiku itu sangat bermakna, sebab seumur hidupku orangtuaku, tidak pernah membelikanku sebuah sepeda meskipun mereka mampu. Apa yang kudapatkan hanyalah janji yang tidak ditepati. Saat aku masih kecil, aku sangat kecewa sebab tidak mempunyai sepeda seperti teman-teman yang lain. Dari pengalaman sewaktu kecil itu, cukup menyulitkan bagiku untuk sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan cukup perduli untuk menepati janji-janjiNya dalam hidupku. Sore itu semua penghalang dan keraguanku akan kesetiaan Tuhan gugur seketika. Itu pasti Tuhan yang berbicara melalui hambaNya sebab tidak ada seorangpun yang tahu akan pengalaman di masa kecil itu.
Bagaimana dengan hidup anda? Banyak di antara kita yang mengalami kesulitan di dalam melihat kebaikan Tuhan, dikarenakan pengalaman-pengalaman di masa lalu yang telah melukai kita. Seolah janji-janji Tuhan itu hanya bagi orang lain dan bukan bagi anda. Saya mau katakan bahwa hal itu tidak benar, sebab setiap janji Tuhan adalah bagi semua anakNya. Ia sangat mengasihi kita dan ingin senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita.
DOA: Tuhan, terimakasih atas kasih setiaMU, sebab setiap janjiMU itu ya dan amin.
FT: Mzm 32:1-11
Sesungguhnya, mata Tuhan tertuju pada mereka yang takut akan Dia (Mzm 33:18)
Hal ini terjadi saat aku melayani sebagai staf di sebuah Sekolah Alkitab di daerah Malang. Pada angkatan baru dalam sekolah tersebut, kami kedatangan seorang pengajar dari kota Makasar dan beliau mengajarkan seri pemulihan “kesembuhan bathin & kasih Bapa”. Minggu tersebut merupakan hari-hari yang luar biasa sebab kami melihat bagaimana jiwa-jiwa yang terluka dipulihkan kembali. Sampai pada akhir sessi pengajaran Kasih Bapa, saat kami mengadakan penyembahan pada Tuhan. Sang pengajar memanggilku dan berkata,”Nak, Tuhan sangat mengasihimu. Bapa Surgawimu, jauh berbeda dengan ayah duniawimu yang tidak sempurna.” Lebih lanjut sang pengajar berujar,”Saya melihat TUHAN membawakan hadiah sebuah sepeda bagimu.” Seketika itu juga hatiku tersentuh dan mulai mengucap syukur untuk kebaikan Bapa Surgawi. Bagi orang lain mungkin penglihatan itu biasa-biasa saja. Namun bagiku itu sangat bermakna, sebab seumur hidupku orangtuaku, tidak pernah membelikanku sebuah sepeda meskipun mereka mampu. Apa yang kudapatkan hanyalah janji yang tidak ditepati. Saat aku masih kecil, aku sangat kecewa sebab tidak mempunyai sepeda seperti teman-teman yang lain. Dari pengalaman sewaktu kecil itu, cukup menyulitkan bagiku untuk sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan cukup perduli untuk menepati janji-janjiNya dalam hidupku. Sore itu semua penghalang dan keraguanku akan kesetiaan Tuhan gugur seketika. Itu pasti Tuhan yang berbicara melalui hambaNya sebab tidak ada seorangpun yang tahu akan pengalaman di masa kecil itu.
Bagaimana dengan hidup anda? Banyak di antara kita yang mengalami kesulitan di dalam melihat kebaikan Tuhan, dikarenakan pengalaman-pengalaman di masa lalu yang telah melukai kita. Seolah janji-janji Tuhan itu hanya bagi orang lain dan bukan bagi anda. Saya mau katakan bahwa hal itu tidak benar, sebab setiap janji Tuhan adalah bagi semua anakNya. Ia sangat mengasihi kita dan ingin senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita.
DOA: Tuhan, terimakasih atas kasih setiaMU, sebab setiap janjiMU itu ya dan amin.
FT: Mzm 32:1-11
SELINGKUH ITU INDAH?
SELINGKUH ITU INDAH?
“Jagalah dirimu dan jangan berkhianat” (Mal 2:16)
Suatu hari aku bertemu teman lamaku di sebuah mall. Tidak lama kemudian kami terlibat dalam perbincangan yang hangat, membicarakan pekerjaan dan juga keluarga masing-masing. Kami mulai bertukar pembicaraan yang lebih mendalam mengenai pasangan hidup dan anak-anak. Kemudian keluarlah dari mulut sahabatku bahwa ia jenuh dalam hidup pernikahannya dan hendak bertemu dengan selingkuhannya di mall tersebut. Ia mengatakan padaku,”Selingkuh itu indah.” Kucukup terkejut, sebab sobatku ini adalah anak seorang pendeta dan besar di lingkungan gereja. Benarkah selingkuh itu indah?
Tuhan mengajarkan pada kita untuk setia pada pasangan hidup, sebagaimana Tuhan itu setia adanya. Bila kita mengakui diri sebagai anakNya maka gaya hidup kita pun akan merefleksikan sifat Tuhan yang kita sembah. Bila gaya hidup kita berseberangan dengan sifat Tuhan yang kita akui sebagai Raja maka kita perlu mawas diri. Kita perlu menganalisa siapa yang sebenarnya bertahta dalam hati kita. Tuhan Yesus atau “tuan kecil” alias diri kita?
Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang setia. Di kala kita jatuh, Ia tidak biarkan kita jatuh tergeletak namun tanganNya menopang atau memegang. Luar biasa sekali, apa yang Ia kerjakan. Di saat kita tidak setia, Ia bahkan menanti dengan setia dan berharap kita sadar akan kesalahan yang telah dilakukan. Ia mengharapkan kita kembali seperti anak yang terhilang pada bapaknya yang penuh kasih.
Terlebih Alkitab mengajarkan agar melakukan apa yang kita kehendaki orang lain perbuat bagi diri kita terlebih dahulu. Kita tidak dapat menuntut orang lain atau pasangan kita untuk setia, sebelum kita sendiri setia pada Tuhan dan pasangan.
Biarlah pada hari ini kita belajar untuk setia pada pasangan, atau kekasih kita Juga dalam mengiring Tuhan, kita belajar untuk taat dan setia pada FirmanNya yang telah kita dengar.
DOA: TUHAN, ajar kami untuk menjadi setia pada pasangan kami terlebih padaMU.
FT: Maleakhi 2:14-16
“Jagalah dirimu dan jangan berkhianat” (Mal 2:16)
Suatu hari aku bertemu teman lamaku di sebuah mall. Tidak lama kemudian kami terlibat dalam perbincangan yang hangat, membicarakan pekerjaan dan juga keluarga masing-masing. Kami mulai bertukar pembicaraan yang lebih mendalam mengenai pasangan hidup dan anak-anak. Kemudian keluarlah dari mulut sahabatku bahwa ia jenuh dalam hidup pernikahannya dan hendak bertemu dengan selingkuhannya di mall tersebut. Ia mengatakan padaku,”Selingkuh itu indah.” Kucukup terkejut, sebab sobatku ini adalah anak seorang pendeta dan besar di lingkungan gereja. Benarkah selingkuh itu indah?
Tuhan mengajarkan pada kita untuk setia pada pasangan hidup, sebagaimana Tuhan itu setia adanya. Bila kita mengakui diri sebagai anakNya maka gaya hidup kita pun akan merefleksikan sifat Tuhan yang kita sembah. Bila gaya hidup kita berseberangan dengan sifat Tuhan yang kita akui sebagai Raja maka kita perlu mawas diri. Kita perlu menganalisa siapa yang sebenarnya bertahta dalam hati kita. Tuhan Yesus atau “tuan kecil” alias diri kita?
Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang setia. Di kala kita jatuh, Ia tidak biarkan kita jatuh tergeletak namun tanganNya menopang atau memegang. Luar biasa sekali, apa yang Ia kerjakan. Di saat kita tidak setia, Ia bahkan menanti dengan setia dan berharap kita sadar akan kesalahan yang telah dilakukan. Ia mengharapkan kita kembali seperti anak yang terhilang pada bapaknya yang penuh kasih.
Terlebih Alkitab mengajarkan agar melakukan apa yang kita kehendaki orang lain perbuat bagi diri kita terlebih dahulu. Kita tidak dapat menuntut orang lain atau pasangan kita untuk setia, sebelum kita sendiri setia pada Tuhan dan pasangan.
Biarlah pada hari ini kita belajar untuk setia pada pasangan, atau kekasih kita Juga dalam mengiring Tuhan, kita belajar untuk taat dan setia pada FirmanNya yang telah kita dengar.
DOA: TUHAN, ajar kami untuk menjadi setia pada pasangan kami terlebih padaMU.
FT: Maleakhi 2:14-16
ASAL BUNYI
ASAL BUNYI
“Aku mau menyanyikan syukur bagiMU”(Mzm 30:13)
Beberapa tahun lalu, di saat aku belajar di sebuah Sekolah Alkitab, kami biasa mengadakan chapel (ibadah pagi bersama) sebelum masuk ke kelas untuk belajar. Pagi itu sebelum chapel aku masih memiliki waktu luang hingga kugunakan untuk mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk. Sebab saat kulihat langit tampaknya udara cerah dan akan panas. Puji Tuhan, semuanya dapat beres sebelum waktu chapel.
Saat kami beribadah pagi itu, kami menyanyi dengan penuh sukacita. Kami menaikkan pujian lama yang sudah tidak asing lagi,” Kami bawa pujian ke dalam rumah TUHAN….” Di saat kami asyik menaikkan pujian, kulihat udara di luar berubah menjadi mendung, langit nampak hitam pekat menutupi keceriaan pagi. Tanpa sadar pikiranku tertuju pada cucianku di halaman samping. Mulutku tetap menyanyikan pujian tersebut namun otakku berpikir keras,”Bagaimana dengan cucianku…oh..basah deh!” Ada perasaan tidak enak dalam diriku, sebab ternyata teman-teman di dekatku memandangi diriku. Kupikir apa yang aneh? Sampai kutersadar, ternyata selama beberapa menit, aku menyanyi lagu tersebut dengan lirik yang salah,”Kami bawa cucian ke dalam rumah TUHAN…” Oh, malunya diriku.
Dalam kehidupan kita pun sering kali, dengan sadar mengetahui sebagian dari kebenaran Firman Tuhan. Entah setelah mendengarkan khotbah di gereja, atau melalui radio atau TV atau saat membaca buku rohani dan lain sebagainya. Namun seringkali kita melupakannya dan tidak menjadi bagian kehidupan kita. Mengapa? Sebab pandangan mata kita tertuju pada hal yang lain.
Sering dan aktif dalam tiap program gereja itu baik, namun itu tidak dapat menjadi tolok ukur pertumbuhan kerohanian kita. Tuhan mencari orang-orang yang taat dan senantiasa mencari wajahNYA setip hari bahkan setiap saat. Hingga apa pun yang kita lakukan dan katakana menjadi suatu dupa yang berbau harum di hadapanNya. Bukan asal bunyi dan sibuk saja.
Aktif melayani dan beribadah sebagai ritual agamawi itu baik, namun ada saatnya Tuhan mau kita untuk duduk diam dan mengoreksi kehidupan kita untuk dapat lebih maju bertumbuh lagi di dalam Dia. Lihatlah peristiwa Marta sibuk melayani Yesus. Apakah sibuk melayani Yesus salah? Tidak, namun jangan sampai pelayanan yang menjadi “tuhan” kita. Kita perlu seperti Maria, duduk dulu di kaki Yesus, belajar dari Dia, menyelaraskan hati kita denganNya, dan lalu baru mulai melayani seperti Dia. Saat teduh setiap hari adalah suatu kewajiban yang penting, seperti tubuh membutuhkan asupan makanan atau kendaraan bermotor membutuhkan bensin. Kita juga butuh Tuhan setiap saat untuk menuntun hidup kita dan menjadi dampak bagi keluarga, saudara seiman dan lingkungan dimana kita ada.
DOA: Tuhan, tolong kami untuk senantiasa melekat padaMU.
FT: Lukas 10:38-42
“Aku mau menyanyikan syukur bagiMU”(Mzm 30:13)
Beberapa tahun lalu, di saat aku belajar di sebuah Sekolah Alkitab, kami biasa mengadakan chapel (ibadah pagi bersama) sebelum masuk ke kelas untuk belajar. Pagi itu sebelum chapel aku masih memiliki waktu luang hingga kugunakan untuk mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk. Sebab saat kulihat langit tampaknya udara cerah dan akan panas. Puji Tuhan, semuanya dapat beres sebelum waktu chapel.
Saat kami beribadah pagi itu, kami menyanyi dengan penuh sukacita. Kami menaikkan pujian lama yang sudah tidak asing lagi,” Kami bawa pujian ke dalam rumah TUHAN….” Di saat kami asyik menaikkan pujian, kulihat udara di luar berubah menjadi mendung, langit nampak hitam pekat menutupi keceriaan pagi. Tanpa sadar pikiranku tertuju pada cucianku di halaman samping. Mulutku tetap menyanyikan pujian tersebut namun otakku berpikir keras,”Bagaimana dengan cucianku…oh..basah deh!” Ada perasaan tidak enak dalam diriku, sebab ternyata teman-teman di dekatku memandangi diriku. Kupikir apa yang aneh? Sampai kutersadar, ternyata selama beberapa menit, aku menyanyi lagu tersebut dengan lirik yang salah,”Kami bawa cucian ke dalam rumah TUHAN…” Oh, malunya diriku.
Dalam kehidupan kita pun sering kali, dengan sadar mengetahui sebagian dari kebenaran Firman Tuhan. Entah setelah mendengarkan khotbah di gereja, atau melalui radio atau TV atau saat membaca buku rohani dan lain sebagainya. Namun seringkali kita melupakannya dan tidak menjadi bagian kehidupan kita. Mengapa? Sebab pandangan mata kita tertuju pada hal yang lain.
Sering dan aktif dalam tiap program gereja itu baik, namun itu tidak dapat menjadi tolok ukur pertumbuhan kerohanian kita. Tuhan mencari orang-orang yang taat dan senantiasa mencari wajahNYA setip hari bahkan setiap saat. Hingga apa pun yang kita lakukan dan katakana menjadi suatu dupa yang berbau harum di hadapanNya. Bukan asal bunyi dan sibuk saja.
Aktif melayani dan beribadah sebagai ritual agamawi itu baik, namun ada saatnya Tuhan mau kita untuk duduk diam dan mengoreksi kehidupan kita untuk dapat lebih maju bertumbuh lagi di dalam Dia. Lihatlah peristiwa Marta sibuk melayani Yesus. Apakah sibuk melayani Yesus salah? Tidak, namun jangan sampai pelayanan yang menjadi “tuhan” kita. Kita perlu seperti Maria, duduk dulu di kaki Yesus, belajar dari Dia, menyelaraskan hati kita denganNya, dan lalu baru mulai melayani seperti Dia. Saat teduh setiap hari adalah suatu kewajiban yang penting, seperti tubuh membutuhkan asupan makanan atau kendaraan bermotor membutuhkan bensin. Kita juga butuh Tuhan setiap saat untuk menuntun hidup kita dan menjadi dampak bagi keluarga, saudara seiman dan lingkungan dimana kita ada.
DOA: Tuhan, tolong kami untuk senantiasa melekat padaMU.
FT: Lukas 10:38-42
Senin, 14 April 2008
KASIH BUKAN SEKEDAR KATA-KATA
KASIH BUKAN SEKEDAR KATA-KATA
Luk 10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
Luk 10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
Luk 10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Luk 10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
Luk 10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"
Luk 10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
Luk 10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
Luk 10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
Luk 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Luk 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
Luk 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
Luk 10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
Luk 10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Putra kami, Philip, bersekolah di sebuah sekolah dasar Kristen. Seperti biasanya kami bergantian mengantar atau menjemput dia. Biasanya setiap hari kami terlibat pembicaraan dengan orangtua lainnya. Setelah orang mengetahui kami merupakan pelayan Tuhan maka biasanya pembicaraan kita menjadi “rohani”. Beberapa topik yang biasanya dibincangkan salah satunya adalah mengenai kasih.
Kasih, merupakan topik yang sangat mudah diutarakan namun pada kenyataannya paling jarang nampak dalam kehidupan orang percaya (sorry, to say that). Banyak orang menyatakan mencintai Tuhan dan terlibat pelayanan sana dan sini, tetapi masih hidup dalam iri hati, kesombongan, dengki, kepahitan, dendam, amarah, cinta akan uang, gila sanjungan, dan kalau mau dibuat daftar maka sampai besok pagi pun tak habis.
Dari ayat di atas, dalam Lukas 10:27 kita dapat membaca, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Ini merupakan hukum yang utama dalam kekristenan.
Sungguhkah kita sudah menjadikannya bagian hidup? Ingat bahwa kasih bukan semata-mata perkataan belaka atau pengetahuan intelektual. Bukti kasih ada di dalam diri kita adalah bagaimana tindakan kita sehari-hari. Berbicara mengenai kasih itu sangat mudah, bila kita sungguh-sungguh sayang Tuhan maka kasih itu akan terpancar melalui tindakan-tindakan.
Dalam perumpamaan mengenai “Orang Samaria yang baik hati”itu, kita menemukan tokoh Imam dan Orang Lewi. Mereka melihat seorang Israel (saudara sebangsanya dan memiliki iman yang sama) mengalami musibah dirampok dan terluka parah namun mereka tidak melakukan tindakan apa-apa sama sekali. Ke dua tokoh ini padahal melambangkan gambaran orang percaya/ saudara seiman, pelayan TUHAN, pejabat organisasi gereja, terdidik dalam soal keagamaan, keturunan “imam”,dstnya.
Jadi kita bisa melihat disini, meskipun anda seorang anak pendeta atau besar di lingkungan gereja, atau anda bahkan lulusan dari beberapa sekolah theologia ternama dan terkemuka yang ada di muka bumi atau anda merupakan pendeta dari organisasi & jemaat terbesar di seluruh jagad raya atau gelar anda berentengan seperti gerbong kereta api sekalipun. Bila pengetahuan kita mengenai kasih tidak disertai dengan tindakan maka segala sesuatu itu menjadi sia-sia adanya.
Sebagaimana ada tertulis Yak 2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Yak 2:22 Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Yak 2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. (Yak 2:17,22,26).
Orang Samaria, merupakan bangsa campuran, bila bangsa kita menyukai “anak-anak indo” sebagai bintang film atau sinetron tetapi tidak demikian dengan sikap bangsa Israel terhadap orang Samaria. Dalam Kamus Alkitab dikatakan bahwa orang Samaria dibenci oleh orang Yahudi karena perbedaan agama dan kebiasaan.
Mari kita simak apa yang dilakukan orang Samaria saat ia melihat “orang yang membencinya” dalam keadaan sekarat. Luk 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Dalam Luk 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Luk 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
Saat ia melihat ada yang terluka, hatinya tergerak oleh belaskasihan untuk menolong dan ia langsung pergi bertindak mengobati luka-lukanya dan membawa pergi ke tempat lain untuk dirawat lebih lanjut.
Tuhan berkenan pada sikap orang Samaria itu yang didorong oleh belaskasihan terhadap sesama.
Saya teringat saat masih menggembalakan sebuah jemaat, saat itu kita mau menolong jemaat yang dalam keadaan susah. Keluarga ini mengalami kelaparan sebab sang kepala keluarga dalam keadaan tidak bekerja (baru kena PHK tanpa pesangon), hingga sebagai gembala sidang saya memanggil para majelis gereja meminta persetujuan untuk menggunakan uang kas diakonia. Jadi kami mengadakan acara pertemuan rapat dengan majelis. Setelah berbicara 4-5 jam diputuskan bahwa kas gereja tidak dapat digunakan untuk menolong orang tersebut. Alasan anggota jemaat tersebut belum hidup berjemaat secara loyal lebih dari dua tahun, dan kalau satu jemaat dibantu ditakutkan anggota jemaat yang lain meminta hak yang sama. Jadi diputuskan gereja tidak akan membantu jemaat yang membutuhkan bantuan secara pribadi/perorangan, kecuali bantuan kolektif, saat pembagian sembako dan pengobatan gratis. O my God, sejak itu kami sekeluarga memutuskan bila ada jemaat yang membutuhkan dan apa yang ia atau mereka butuhkan kami miliki. Maka kami akan bertindak langsung membantu secara pribadi dan tidak mengharapkan kas gereja/diakonia.
Bila kita berjalan dipinggir pantai lalu ada seseorang yang tenggelam, dan anda dapat berenang. Apa yang anda akan lakukan? Anda akan menonton dan memfoto orang yang tenggelam itu dari pinggir pantai sambil berdoa agar orang tersebut selamat? Atau anda akan mengumpulkan orang untuk rapat terlebih dulu? Lalu memperbincangkan dengan gaya apa anda akan berenang dalam proses penyelamatan, apakah perlu membawa pelampung atau tidak, siapa yang akan menghubungi tenanga media dstnya. Saya jamin setelah rapat di pinggir pantai usai, orangnya sudah mati tenggelam. Atau anda akan segera bertindak dengan berenang dan menolong orang yang tenggelam itu?
Teladan apakah yang BAPA tunjukkan pada kita? Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga “Ia telah mengaruniakan(memberikan)” Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Bagaimana kasih kita terhadap saudara kita?
1.Bila kita mengasihi, kita tidak akan mendendam pada orang lain, sebab ada tertulis,1 Yoh 4:20 Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. 1Yoh 3:15 Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.
2.Bila kita mengasihi, kita tidak menghakimi orang lain, sebab ada tertulis, Yak 4:12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia? Mat 7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Mat 7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
3.Bila kita mengasihi, kita berbagi; 1Yoh 3:17 Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? 1Yoh 3:18 Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Kis 2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, Kis 2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
4.Bila kita mengasihi, perbuatlah apa yang kau kehendaki orang lain perbuat bagi dirimu; Mat 7:12 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Ajukkan pertanyaan ini pada diri kita sendiri sebagai bahan permenungan:
Bila saya sedang berduka, apa yang saya kehendaki orang lain perbuat atau katakan pada saya?
Bila saya difitnah…………………………………………………………………
Bila saya sedang terpuruk………………………………………………………...
Bila saya melakukan kesalahan…………………………………………………..
Bila saya jatuh dalam dosa………………………………………………………..
Dstnya.
Bila kasih Allah ada dalam kita, maka kita akan ikuti teladanNya. Yoh 14:15 "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. 1Yoh 5:3 Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat.
Kita akan mampu melakukannya (setiap perintahNya), sebab Roh Kudus akan menolong dan memberi kekuatan ilahi untuk melakukannya. Yoh 14:16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Luk 10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
Luk 10:26 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?"
Luk 10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Luk 10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
Luk 10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"
Luk 10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
Luk 10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
Luk 10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
Luk 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Luk 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
Luk 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
Luk 10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
Luk 10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Putra kami, Philip, bersekolah di sebuah sekolah dasar Kristen. Seperti biasanya kami bergantian mengantar atau menjemput dia. Biasanya setiap hari kami terlibat pembicaraan dengan orangtua lainnya. Setelah orang mengetahui kami merupakan pelayan Tuhan maka biasanya pembicaraan kita menjadi “rohani”. Beberapa topik yang biasanya dibincangkan salah satunya adalah mengenai kasih.
Kasih, merupakan topik yang sangat mudah diutarakan namun pada kenyataannya paling jarang nampak dalam kehidupan orang percaya (sorry, to say that). Banyak orang menyatakan mencintai Tuhan dan terlibat pelayanan sana dan sini, tetapi masih hidup dalam iri hati, kesombongan, dengki, kepahitan, dendam, amarah, cinta akan uang, gila sanjungan, dan kalau mau dibuat daftar maka sampai besok pagi pun tak habis.
Dari ayat di atas, dalam Lukas 10:27 kita dapat membaca, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Ini merupakan hukum yang utama dalam kekristenan.
Sungguhkah kita sudah menjadikannya bagian hidup? Ingat bahwa kasih bukan semata-mata perkataan belaka atau pengetahuan intelektual. Bukti kasih ada di dalam diri kita adalah bagaimana tindakan kita sehari-hari. Berbicara mengenai kasih itu sangat mudah, bila kita sungguh-sungguh sayang Tuhan maka kasih itu akan terpancar melalui tindakan-tindakan.
Dalam perumpamaan mengenai “Orang Samaria yang baik hati”itu, kita menemukan tokoh Imam dan Orang Lewi. Mereka melihat seorang Israel (saudara sebangsanya dan memiliki iman yang sama) mengalami musibah dirampok dan terluka parah namun mereka tidak melakukan tindakan apa-apa sama sekali. Ke dua tokoh ini padahal melambangkan gambaran orang percaya/ saudara seiman, pelayan TUHAN, pejabat organisasi gereja, terdidik dalam soal keagamaan, keturunan “imam”,dstnya.
Jadi kita bisa melihat disini, meskipun anda seorang anak pendeta atau besar di lingkungan gereja, atau anda bahkan lulusan dari beberapa sekolah theologia ternama dan terkemuka yang ada di muka bumi atau anda merupakan pendeta dari organisasi & jemaat terbesar di seluruh jagad raya atau gelar anda berentengan seperti gerbong kereta api sekalipun. Bila pengetahuan kita mengenai kasih tidak disertai dengan tindakan maka segala sesuatu itu menjadi sia-sia adanya.
Sebagaimana ada tertulis Yak 2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Yak 2:22 Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Yak 2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. (Yak 2:17,22,26).
Orang Samaria, merupakan bangsa campuran, bila bangsa kita menyukai “anak-anak indo” sebagai bintang film atau sinetron tetapi tidak demikian dengan sikap bangsa Israel terhadap orang Samaria. Dalam Kamus Alkitab dikatakan bahwa orang Samaria dibenci oleh orang Yahudi karena perbedaan agama dan kebiasaan.
Mari kita simak apa yang dilakukan orang Samaria saat ia melihat “orang yang membencinya” dalam keadaan sekarat. Luk 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Dalam Luk 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Luk 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
Saat ia melihat ada yang terluka, hatinya tergerak oleh belaskasihan untuk menolong dan ia langsung pergi bertindak mengobati luka-lukanya dan membawa pergi ke tempat lain untuk dirawat lebih lanjut.
Tuhan berkenan pada sikap orang Samaria itu yang didorong oleh belaskasihan terhadap sesama.
Saya teringat saat masih menggembalakan sebuah jemaat, saat itu kita mau menolong jemaat yang dalam keadaan susah. Keluarga ini mengalami kelaparan sebab sang kepala keluarga dalam keadaan tidak bekerja (baru kena PHK tanpa pesangon), hingga sebagai gembala sidang saya memanggil para majelis gereja meminta persetujuan untuk menggunakan uang kas diakonia. Jadi kami mengadakan acara pertemuan rapat dengan majelis. Setelah berbicara 4-5 jam diputuskan bahwa kas gereja tidak dapat digunakan untuk menolong orang tersebut. Alasan anggota jemaat tersebut belum hidup berjemaat secara loyal lebih dari dua tahun, dan kalau satu jemaat dibantu ditakutkan anggota jemaat yang lain meminta hak yang sama. Jadi diputuskan gereja tidak akan membantu jemaat yang membutuhkan bantuan secara pribadi/perorangan, kecuali bantuan kolektif, saat pembagian sembako dan pengobatan gratis. O my God, sejak itu kami sekeluarga memutuskan bila ada jemaat yang membutuhkan dan apa yang ia atau mereka butuhkan kami miliki. Maka kami akan bertindak langsung membantu secara pribadi dan tidak mengharapkan kas gereja/diakonia.
Bila kita berjalan dipinggir pantai lalu ada seseorang yang tenggelam, dan anda dapat berenang. Apa yang anda akan lakukan? Anda akan menonton dan memfoto orang yang tenggelam itu dari pinggir pantai sambil berdoa agar orang tersebut selamat? Atau anda akan mengumpulkan orang untuk rapat terlebih dulu? Lalu memperbincangkan dengan gaya apa anda akan berenang dalam proses penyelamatan, apakah perlu membawa pelampung atau tidak, siapa yang akan menghubungi tenanga media dstnya. Saya jamin setelah rapat di pinggir pantai usai, orangnya sudah mati tenggelam. Atau anda akan segera bertindak dengan berenang dan menolong orang yang tenggelam itu?
Teladan apakah yang BAPA tunjukkan pada kita? Yoh 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga “Ia telah mengaruniakan(memberikan)” Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Bagaimana kasih kita terhadap saudara kita?
1.Bila kita mengasihi, kita tidak akan mendendam pada orang lain, sebab ada tertulis,1 Yoh 4:20 Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. 1Yoh 3:15 Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.
2.Bila kita mengasihi, kita tidak menghakimi orang lain, sebab ada tertulis, Yak 4:12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia? Mat 7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Mat 7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
3.Bila kita mengasihi, kita berbagi; 1Yoh 3:17 Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? 1Yoh 3:18 Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Kis 2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, Kis 2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
4.Bila kita mengasihi, perbuatlah apa yang kau kehendaki orang lain perbuat bagi dirimu; Mat 7:12 "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Ajukkan pertanyaan ini pada diri kita sendiri sebagai bahan permenungan:
Bila saya sedang berduka, apa yang saya kehendaki orang lain perbuat atau katakan pada saya?
Bila saya difitnah…………………………………………………………………
Bila saya sedang terpuruk………………………………………………………...
Bila saya melakukan kesalahan…………………………………………………..
Bila saya jatuh dalam dosa………………………………………………………..
Dstnya.
Bila kasih Allah ada dalam kita, maka kita akan ikuti teladanNya. Yoh 14:15 "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. 1Yoh 5:3 Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat.
Kita akan mampu melakukannya (setiap perintahNya), sebab Roh Kudus akan menolong dan memberi kekuatan ilahi untuk melakukannya. Yoh 14:16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Kamis, 10 April 2008
HATI-HATI TERHADAP PORNOGRAFI
HATI-HATI TERHADAP PORNOGRAFI
Mengapa kita perlu berhati-hati terhadap pornografi, bukan semata karena itu dilarang oleh “agama” atau pemerintah yang tengah sibuk-sibuknya memerangi pornografi di dunia maya. Bahkan ada banyak juga anak Tuhan yang membela diri dan berdalih bahwa pornografi bukanlah perbuatan dosa, sebab dengan menonton film porno atau blue film, merupakan proses pembelajaran seks bagi mereka yang hendak berumahtangga dan bagi mereka yang sudah berumahtangga agar dapat lebih banyak “sex style”.
Saya teringat suatu ketika di tahun 90-an diminta berbicara mengenai “love, sex and dating pada sebuah gereja dalam sebuah acara kaum muda. Dan katanya (bocoran dari salah satu aktivis gereja) seminggu kemudian ketua pemuda gereja tsb, secara “khusus” mengadakan pertemuan bagi para aktivis untuk studi banding. Ia mengajak para kolega pelayanan pemuda di gereja itu, setelah mendapatkan kebenaran Firman Tuhan mengenai love, sex and dating, kini mereka mau belajar bersama atau studi banding, LSD, yang ditawarkan dunia dengan bersama-sama. Ya, mereka menonton film porno bersama-sama di pastori gereja setelah kebaktian pemuda. My God, ada apa dengan pemuda gereja kita? Tadinya saya berpikir bahwa aktivis pemuda gereja tersebut, hanya coba menyebarkan gossip saja namun beberapa bulan kemudian terjadi pernikahan dadakan di gereja tersebut. Banyak aktivis gereja tersebut(tentu tidak semua), yang menikah mendadak akibat hamil di luar pernikahan. Mereka yang menonton acara tersebut sampai akhir dan tidak meninggalkan “event khusus” segera, akhirnya jatuh dalam dosa perzinahan.
Di lain peristiwa, saya mendengar salah seorang sahabat saya yang dikenal sebagai pemimpin pemuda yang enerjik dan berkharisma. Acap kali mengajak para muridnya untuk berdoa syafaat bagi para pelaku atau actor film porno….ya, saya setuju kita perlu berdoa bagi mereka yang sedang berjalan menuju kebinasaan. Namun celakanya, tentu tidak perlu kita mendoakan mereka sambil menonton film porno. Pada akhirnya teman sejawat saya ini, jatuh dalam dosa “hidup bersama” dengan kekasihnya dan pelecehan seksual terhadap para murid wanita. Kini saya dengar, ia telah bertobat dan menikahi “sang kekasih”. Saya melihat bahwa hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya kita lebih bijak dalam menjalani hidup.
Ini baru dua kasus dimana, secara langsung saya bersentuhan dengan pribadi-pribadi di atas. Selama rentang 17 tahun pelayanan kami sebenarnya ada banyak kasus yang kami temui, sungguh menyedihkan kondisi ini.
Sebelum saya bertobat, saya sendiri seorang pecandu pornografi dan yang namanya kecanduan itu pasti menimbulkan ekses buruk. Jadi saya tahu pergumulan, seseorang yang berada dalam belenggu pornografi. Bahkan setelah kita lahir baru sekalipun, kita harus menjaga diri kita dengan waspada. Sebagaimana ada tertulis,”Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Ptr 5:8) Pornografi merupakan salah satu dosa yang sangat menggoda, sebagaimana Tuhan menegur Kain,”Dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”(Kej 4:7). Jangan pernah meremehkan dosa, lalu bermain-main dengan dosa. Sebab dosa itu seperti api, nanti kita bisa terbakar.
Dari sebuah pelayanan internasional, yang salah satu pelayanan mereka adalah pelayanan khusus bagi para pecandu pornografi, menyatakan bahwa ternyata banyak sekali pelayan Tuhan yang jatuh dalam dosa satu ini terutama saat mengalami kejenuhan dalam rutinitas pelayanan. Kita yang terlibat pelayanan, harus berhati-hati, terutama dikala kita baru pelayanan dan kondisi kita sedang keletihan baik secara fisik maupun mental. Di kala seperti itulah, Iblis berupaya menjatuhkan kita. Kita perlu ambil pelajaran bagaimana nabi Elia, setelah pelayanan yang luar biasa di Gunung Karmel dimana ia berdoa dan Tuhan menurunkan api dari surga serta membunuh 450 nabi Baal. Ia lalu melarikan diri dari Izebel (seorang wanita) saat wanita itu mengancamnya, dan mulai mengasihani diri dan mau mati saja (1 Raj 18:20-19:8).
Tuhan Yesus sendiri telah memperingatkan kita,”Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.”(Mat 5:28).
Mengapa pornografi itu berbahaya? Sebab pikiran kita memiliki memori, kita dapat mengingat banyak hal baik ataupun buruk. Ada kisah dari salah satu suku Indian di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa dalam jiwa manusia ada dua ekor anjing yang hidup. Dimana salah satu ekor anjing itu akan menjadi penguasa orang ersebut. Seekor berwarna putih yang menggambarkan anjing yang baik dan seekor lagi anjing berwarna hitam yang menggambarkan anjing yang jahat. Indian tua yang bijaksana ini mengatakan bahwa bila anjing yang putih diberi makan lebih banyak maka “si putih” akan berkuasa. Sebab ia lebih kuat dari “si hitam” yang tidak diberi makan. Namun bila kebalikannya yang terjadi maka tentu kehidupan orang itu sangat menyedihkan.
Bisa dijamin bila otak kita dipenuhi dengan gambar porno maka pikiran kita menjadi “Piktor” alias Pikiran Kotor atau “Omes” alias Otak Mesum. Bayangkan bila hal ini terjadi saat kita berdoa atau pelayanan, tentunya ini sangat mengganggu. Seharusnya kita memandang saudari seiman kita sebagai adik atau kakak atau ibu (1 Tim 5:2,3) namun bila pikiran kita dikuasai pornografi maka pikiran kita dapat menjadi cemar. Alkitab menyatakan bahwa orang cabul, cemar dan penuh hawa nafsu tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Tuhan (Gal 5:19-21). Kita perlu sikapi hal ini dengan bijak, jangan sampai kita menyesali tindakan kita seumur hidup hanya gara-gara kesenangan sesaat.
Bagaimana agar kita dapat keluar dari belenggu dosa ini?
1.Sadari kebutuhan untuk dilepaskan melalui anugerah Kristus (Rm 7:15, 17-18, 24-25; Ef 2:8)
2.Menawan segala pikiran kita dan menaklukkannya pada pikiran Kristus (2 Kor 10:5)
3.Mempersembahkan pikiran kita padaNya setiap saat (Rm 12:1-2)
4.Merenungkan dan memenuhi pikiran kita dengan kebenaran (Flp 4:8)
5.Ingat senantiasa bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus (2 Kor 5:17, Yoh 1:12), jangan mau lagi diperbudak oleh Iblis dengan dustanya (Ef 4:17-19)
Kita perlu berjaga agar tidak terperosok dalam dosa ini, bila sudah terperosok cepat bangkit kembali. Bila di tengah perjalanan iman kita, menyaksikan saudara kita jatuh dalam dosa pornografi, tolong jangan dihakimi tetapi tolonglah dia untuk dapat keluar dari belenggu dosa. Sebab kita dipanggil untuk bukan saja saling mendoakan tetapi menolong seorang dengan yang lainnya.
Kekayaan, Berkat atau Kutuk
“KEKAYAAN, BERKAT ATAU KUTUK?
Tuhanlah yang menjadikan seseorang itu kaya, dalam 1 Samuel 2:7 dikatakan,”TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga. “ Selain itu di dalam 1 Tawarikh 29:12,” Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya.
Dalam kehidupan kita, entah kaya ataupun miskin keberadaan kita, semuanya seizin Tuhan. Namun itu bukan berarti kita tidak perlu bekerja keras atau hanya hidup bermalas-malasan saja menantikan ada hujan uang dari langit. Yang hendak ditekankan disini adalah Tuhanlah yang memberikan kemampuan untuk dapat menjadi kaya, bukan karena kepintaran kita semata atau koneksi kita semata, dan seterusnya.
Apakah Tuhan ingin memberkati kita secara materi? Ya, Ia berkehendak memberkati kita secara materi, agar kita dapat menjadi sumber berkat bagi saudara seiman dan menjadi pengaruh dalam masyarakat.
Jadi untuk apakah kekayaan yang ada pada kita ini?
Pertama-tama, sadarilah bahwa harta kekayaan yang kita miliki sebenarnya merupakan milik Tuhan. Kita hanyalah penatalayanNya, bendahara Tuhan. (Ulangan 28:1-20)
Kedua, kekayaan material maupun rohani harus disalurkan (1Yohanes 3:17-18, 2 Tim 4:2-5) : Saling berbagi dan peduli (Kis 2:44-45) = CARE; memandang pada yang lemah dan bertindak bagi mereka seperti/sebagai penyembahan terhadap Yesus (Matius 25:34-40) = COMPASSION(Yak1:27a); apresiasi pada para pelayan Tuhan, pengajar maupun pelayanan lima jawatan yang memperlengkapi gereja (1 Korintus 9:14, 1 Timotius 5:17-18, Efesus 4:11-12) = SENDING (Matius 10:40-42)
Kekayaan menjadi kutuk bagi kita (Ulangan 28:15-46) bila:
Berbagi dengan motivasi yang salah/ tidak murni/ ingin mendapatkan pujian (Kisah Para Rasul 5:1-11, Matius 6:1-4)
Tidak perduli pada sesama (Matius 25:41-46)
Tidak menghargai pelayan Tuhan sama dengan menolak Dia (Matius 10:40)
Harta dunia atau Mamon, menjadi allahmu bukan Tuhan Yesus yang bertahta dalam hatimu (Matius 6:24,21)
1 Timotius 6:17-19 menyatakan:
1Ti 6:17 Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.
1Ti 6:18 Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi
1Ti 6:19 dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)