Senin, 07 Januari 2008

GADIS KECIL PENJUAL KERUPUK IKAN



GADIS KECIL PENJUAL KERUPUK IKAN
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Matius 9:36
Sepulang pelayanan di gereja, kami bersukacita atas apa yang telah Tuhan kerjakan. Lalu salah seorang rekan pelayanan mengajak kami sekeluarga untuk makan di warung lesehan. Saat kami tengah memesan makanan sambil berbincang-bincang, tiba-tiba ada yang menyela keasyikan kami berbicara. “Om…Tante, kerupuk ikannya?” Kucari sumber suara itu dan kulihat tiga orang anak yang masih kecil sedang menjajakan kerupuk ikan. Usia yang paling besar sekitar 7 tahun dan dua anak kecil lainnya kurang lebih 4 dan 5 tahun. Sulit untuk dipercaya, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 10 malam dan tiga anak kecil ini masih berkeliaran menjajakan kerupuk.
Hati kami tergerak oleh belas kasihan, lalu kubertanya,”Berapa sebungkusnya?” Anak yang besar itu pun menjawab,”2500 rupiah perbungkus, Om dan Tante.” Akhirnya kami membeli 4 bungkus kerupuk ikan. Setelah memberikan sejumlah uang atas pembelian kerupuk itu, aku pun bertanya kembali pada mereka. “Kalian sudah makan malam?” Mereka saling berpandangan satu dengan yang lainnya, wajah mereka polos sekali. Sebelum mereka menjawab, aku mengajak mereka makan. “Ayo sudah duduk di sini dan kami belikan kalian makan malam.” Sorot mata mereka nampak bersinar dan wajah berseri-seri.
Saat makanan tiba, kami makan dengan lahap dan disela makan tersebut, kami mengobrol dengan santai. Barulah kami ketahui bahwa mereka adalah kakak beradik, mereka berasal dari keluarga perantauan. Orangtua mereka tengah mengadu nasib di Pulau Jawa, namun lalu ibu mereka sakit parah hingga tidak dapat bekerja berat , ia hanya dapat terbaring lemah di kamar kontrakan di sebuah daerah kumuh. Ia hanya dapat mengandalkan anak-anaknya untuk berjualan kerupuk ikan buatan tangannya. Dalam keadaan sakit, ia coba untuk bertahan dan menggunakan kemampuannya membuat kerupuk. Sang suami dan ayah mereka yang seharusnya dapat memberikan rasa aman dan perlindungan malah jarang pulang, bila pun datang ke rumah selalu dalam keadaan mabuk.
Selesai makan, kami pun beranjak pulang dan mereka berpamitan sambil kembali menjajakan kerupuk ikan mereka pada pelanggan lain.
Kutatap mereka dari kejauhan, sungguh malang nasib anak-anak ini. Mengapa ada anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar di rumah, masih berkeliaran untuk mencari sesuap nasi di malam hari. Meskipun mereka bukan anak-anakku tetapi hatiku sangat sedih.
Semenjak hari itu focus pelayanan maupun prioritas kehidupanku berubah. Harus ada orang-orang yang berjuang bagi anak-anak yang tersisihkan ini.
Yesus menatap manusia berdosa dengan suatu belas kasihan tinggi, Ia memberikan teladan hidupNya pada kita. Salah satu sifat Tuhan adalah Ia suka memberi. Dan pemberian yang paling dasyat adalah saat Ia mati di atas kayu salib untuk menebus dosa kita. Ia rela mati bagi kita agar kita memiliki persekutuan kembali dengan Bapa di surga.
Kiranya kita pun mengikuti teladanNya dengan memberi diri melayani mereka yang lemah dan tersisihkan.

Tidak ada komentar: