Shalom saudara-saudaraku,
Melihat pertumbuhan gereja saat ini kadang menyedihkan hati saya. Miris hati ini melihat cara gereja bertumbuh, banyak yang menyatakan bahwa gereja mereka diberkati dan disertai Tuhan oleh sebab itu jemaat mereka bertambah banyak. Namun benarkah itu jemaat yang mereka menangkan dari pemberitaan Injil dan hasil dari pemuridan, hingga menimbulkan ekses multiplikasi yang dasyat seperti jemaat mula-mula dalam Kitab Perjanjian Baru? Atau hanya bertambah banyak sebab ada perpindahan jemaat dari gereja A ke gereja B. Sudah menjadi rahasia umum jemaat terutama di perkotaan besar, yang menjadi anggota gereja dari beberapa organisasi/denominasi yang berbeda atau sama denominasi tapi beda nama. Kadang saya berpikir orang memperlakukan gereja, seperti tempat hiburan atau restoran, tergantung “mood” dan “selera”. Tergantung siapa “pembicara minggu ini” yang datang, akhirnya pembicara pun seperti selebritis rohani. Ini adalah hal yang sudah menjadi rahasia umum, beberapa pelayan Tuhan di antaranya memberi tarif sebelum menerima undangan khotbah.
Sayangnya di hari akhir ini, banyak gereja atau pelayanan sudah seperti perusahaan hiburan atau restoran yang saling bersaing(mengikuti selera pasar), melalui ibadah yang megah di tempat yang bak istana atau di hotel berbintang, dengan sound system yang terkini, pengkhotbah ternama dan worship leader yang sudah menelurkan album rohani ditambah musikus handal yang luar biasa bahkan artis ternama pun diundang, ada jemputan bagi jemaat, pembagian sembako, tunjangan bagi janda miskin (asal aktif kegiatan gereja), beragam seminar dan KKR, dll..dll. Selama motivasi benar, sebenarnya tidak masalah namun bila tanpa sadar kita bukan memperlebar “Kerajaan Tuhan” tetapi memperlebar “kerajaan tuan”. Bukan demi kebesaran “NamaNya” tetapi “namanya”. CELAKALAH KITA.
Kini saya bosan dengan pertanyaan, “Dari gereja mana? Gerejanya terletak dimana? Berapa jemaatnya?” Dulu saya dengan bangga akan menyebutkan saya dari G......., gereja kami ada di Jalan ........., dan jemaat kami tengah bertumbuh pesat dalam setahun ini sudah ada 150 orang, 70% jemaat baru dari non Kristen. Dengan senyuman penuh kebanggaan yang tersungging di bibir. Sampai suatu hari saya menyadari dan bertobat sebab Tuhan menghendaki kesatuan dalam tubuh Kristus, bukan kesombongan organisasi gereja. Lalu saya sadari bahwa gereja atau jemaat Tuhan adalah umat percaya alias “orang” bukan gedung, mengapa saya bangga dengan gedung bukannya bangga akan jiwa-jiwa yang bertumbuh sampai mereka mengerti tujuan hidup mereka di muka bumi. Apa artinya jumlah jemaat bertambah(kuantitas) bila tidak bertumbuh dan memiliki kualitas Kristus.
Salahkah pendeta kaya, memiliki rumah mewah, mobil keluaran baru, laptop tercanggih, handphone terkini, dll-nya yang terbaik? Tidak salah, tetapi kalau itu menjadi “lifestyle” dan hidup bak selebritis rohani sementara masih banyak rekan pelayanan yang susah atau jemaat miskin, my God, apa yang terjadi dengan gereja Tuhan?
Ada seorang pendeta besar yang menyatakan pada saya, mengapa gerejanya menjadi yang terbesar dan paling banyak jemaatnya. Jawaban beliau sebab Roh Kudus ada besertanya. Apakah itu benar? Apakah satu-satunya ukuran sebuah gereja disertai Tuhan adalah banyak anggota dan besar gedung ibadahnya? Kalau jawabannya ya, berarti yang beribadah di “gereja bawang” alias saudara tiri kita, lebih disertai Roh Kudus sebab tempat ibadah mereka jauh lebih besar dari yang kita miliki dan tiap hari Jumat pun lebih banyak yang ikut ibadah.
Saya melihat “esensi keberadaan gereja” itu sendiri di muka bumi telah terlupakan atau bila pun ada menjadi prioritas yang kesekian. Esensi keberadaan gereja di dunia:
Gereja ada untuk Tuhan/Bapa, kekudusan dan penyembahan, eksklusif untuk Tuhan dan hubungan intim dengan Tuhan (1 Ptr 1:14-16 ; Yoh 4:23).
Gereja ada untuk dunia, melayani dan menginjili dunia (Yak 1:26-27;Mat 25:35-40)
Gereja ada untuk kita, pemuridan dan persekutuan/fellowship (Mat 28:19-20, Kis 2:42,44,46)
Dalam Amanat Agung, Tuhan Yesus menekankan agar kita menjadikan semua bangsa muridNya, namun gereja sekarang dipenuhi anggota atau members. Tuhan menekankan discipleship dan bukan membership! “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”(Matius 28:19-20a). Dalam kalimat di atas ada 4 “lah”, yaitu pergilah, jadikanlah murid, baptislah dan ajarlah segala sesuatu. Banyak yang menekankan pada pergilah akhirnya banyak pelayan Tuhan suka sekali “traveling”, ada yang menekankan pada baptislah yang berarti bertambahnya jumlah statistik anggota gereja, ada pula yang menekankan ajarlah sebab sesudah mengajar biasanya mendapatkan amplop persembahan, itu pun biasanya tidak semua kebenaran diajarkan sebab takut anggota jemaat lari ke gereja lain atau bakal tidak diunadng lagi sebab khotbahnya terlalu keras. Sedikit sekali yang mau memuridkan sebab dalam pemuridan kita harus membagikan hidup bagi mereka yang kita muridkan. Ingatlah selalu bahwa pola pendidikan atau pemuridan (pola kelas) kita saat ini bukan pola yang ada di Alkitab sebab pada perkembangannya gereja mengadopsi cara Yunani, hubungan “dosen dan mahasiswa” sedang yang tertera dalam Alkitab merupakan pola Yahudi (Keluaran 6:4-9) hubungan “ayah dan anak”(pola hubungan membagi hidup). Mengapa saya menekankan hal ini sebab kalimat imperatif/kerja dalam ayat tersebut menekankan jadikan segala bangsa muridKU. Jadi Amanat Agung tidak bisa kita penggal-penggal semaunya.
Gereja yang melaksanakan pemuridan akan bertumbuh kokoh namun bila gereja hanya dipenuhi anggota/members, maka mereka akan terus menerus minta dilayani. Apalagi untuk mempertahankan anggota yang kaya, fasilitas kenyamanan pun harus meningkat. Makanya banyak members yang merasa tidak dilayani atau diperhatikan oleh bapak gembala, akan pindah ke tempat/gereja lain. Sudah saatnya bagi para gembala, tidak terfokus pada jumlah anggotanya, apalagi bangga untuk hal itu, sebab saya jamin saat “service” anda tidak memuaskan lagi, para members akan hijrah ke gereja lain yang mereka anggap lebih baik “service”nya. Para pemimpin gereja dipanggil untuk fokus pada pemuridan, hasilkan murid-murid yang memiliki kualitas rohani dan dapat membawa dampak bagi kota dimana kita tinggal. Pemimpin gereja dipanggil untuk memperlengkapi jemaat Tuhan untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan dan bukannya memonopoli semua pelayanan. Sudah bukan zamannya pergerakan “para superman rohani” sebab ini adalah saatnya pergerakan orang percaya/ the saint movement. Pemimpin gereja dipanggil menjadi “bapa rohani” yang menghasilkan “anak-anak rohani”. Bila jemaat kita muridkan dan memiliki hubungan “ayah dan anak”, mereka tidak akan semudah itu meninggalkan kita akibat adanya “tawaran menarik” dari tempat lain, itu adalah kekuatan “hubungan”.
Banyak di antara kita sebagai pemimpin umat Tuhan, terfokus pula pada gedung ibadah. Tidak salah memiliki gedung ibadah tetapi jangan kita sampai stress akibat pembangunan gedung gereja apalagi sampai terlilit hutang yang mencekik leher dan lalu didemo warga agar ditutup atau lebih ekstrim dihancurkan... yang tentunya menambah stress kita. Mengapa kita tidak lebih memfokuskan keuangan kita untuk membangun “gereja” yang sebenarnya? Siapa gereja itu? Kita, umat Tuhan. Daripada menghabiskan ratusan juta bahkan miliar atau trilyunan rupiah kita pada bangunan yang kita gunakan hanya beberapa jam seminggu itu, mengapa kita tidak investasikan pada umat Tuhan? Jangan jadikan gedung gereja sebagai “monumen kebanggaan” kita. Anda tahu artinya, dalam sejarah gereja kita belajar umat Tuhan selalu bergerak dalam pergerakan atau “movement” tapi lalu setelah beberapa waktu mereka mulai membangun “monumen”, artinya mulai puas diri, nyaman, settle atau “ saya sudah mencapainya sekarang”....lalu “movement” berhenti dan mati ditandai dengan “monumen”, yang bisa berbentuk apapun..bisa gedung gereja, bisa organisasi/denominasi baru, dll.
Banyak anak Tuhan yang putus sekolah padahal pintar, mengapa kita tidak menolong mereka untuk dapat mendapatkan pendidikan yang terbaik agar kelak ia dapat menjadi “pengaruh” bagi dunia, entah di dunia politik, ekonomi, pertanian dan lain sebagainya. Contoh yang lain ada begitu banyak pengusaha Kristen di dalam gereja, seandainya mereka dimuridkan dan diperlengkapi, maka mereka dapat memuridkan jemaat yang rindu untuk menjadi pengusaha Kristen yang takut akan Tuhan. Lebih banyak pengusaha Kristen yang berhasil maka akan ada lebih banyak lapangan pekerjaan terbuka, dan lebih banyak bukan saja anak Tuhan yang dapat bekerja namun juga mereka yang belum percaya. Hingga kita memiliki kesempatan untuk menjadi saksi Kristus bagi mereka. Gereja Tuhan dapat menjadi jawaban bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini dan itu berarti gereja mempengaruhi bangsanya.
Saya memiliki impian, setiap anak Tuhan dimuridkan, mengalami hubungan yang intim dengan Bapa Surgawi hingga ia dapat melihat apa yang Bapa sedang kerjakan dan dibimbing oleh “bapa rohani” sebagai mentor yang mengarahkan ia pada seluruh kepenuhan potensinya. Hingga dimanapun ia berada, ia dapat menjadi alat Tuhan. Entah di dunia usaha, politik, pertanian, kesehatan, dan lain sebagainya. Gereja seharusnya menjadi dampak yang lebih besar dan tidak hanya sekedar membuat acara-acara besar seperti KKR yang bersifat temporal dan menghabiskan dana banyak. Beberapa tahun lalu gereja yang saya gembalakan mengadakan KKR mengundang pembicara dari luar negeri, dengan berbagai penyajian berita Injil melalui, pujian, drama dan kesaksian lainnya, plus bonus pembagian sembako, gedung gereja penuh sesak oleh orang belum percaya. Semua rekan pelayanan dari gereja lain yang terlibat menyalami saya, dan berkata,” Selamat ya, Pak. Acaranya sukses.” Darimana mereka mengukur acara itu sukses? Tentunya dari jumlah orang yang hadir 3 malam itu, dari jumlah orang belum percaya yang maju ke depan dan minta didoakan. Namun hati saya sedih, sebab itu bukan sukses setelah orang-orang itu pulang, masihkah ada kasih Yesus dalam diri mereka. Atau mereka hanya datang ke acara tersebut untuk menerima kesembuhan, hidup yang kekal, bebas dari perasaan bersalah, ada sembako gratis atau engga ada kerjaan di rumah lalu iseng hadir mumpung ada antar jemput. Saat kami mencoba menindak lanjuti hasil KKR itu, banyak orang menolak kami saat datang ke rumahnya atau alamat yang diberikan fiktif /tidak lengkap. Dari hasil kenferensi missi se dunia, penginjilan yang efektif dan menghasilkan murid-murid Kristus yang militan adalah hasil friendship evangelism, penginjilan melalui hubungan persahabatan. Biayanya lebih ringan dan efektif. Saya tidak mau lagi memboroskan uang Tuhan untuk hal-hal yang kurang efisien.
Kita ada di muka bumi sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk menyatakan kasihNya. Umat Tuhan di Indonesia bisa berbuat lebih bagi bangsa ini dari berbagai segi. My God, gereja Tuhan, bangkitlah dari tidur yang berkepanjangan. Kita seharusnya membawa dampak yang positif. Kita harus keluar dari mentalitas “bless me” pada “bless others”, dari “give me” pada give them” dan dari “send him” pada “send me”. Sudah terlalu lama gereja Tuhan dininabobokan dengan pengajaran teologia yang egois. Gereja yang seharusnya menjadi sumber kasih Tuhan, pengharapan, pemulihan dan transformasi, kini malah lebih nampak seperti “Bless Me Club”(Klub Berkati Saya). Saya tidak menentang orang Kristen untuk menjadi kaya namun kita harus tahu setelah kaya, kita harus melakukan apa. Kita kaya oleh kasih karunia Tuhan, itu berarti ada tujuan Tuhan. Jadi kita harus tahu apa yang Tuhan mau untuk kita lakukan dengan kekayaan yang telah Ia limpahkan. Sangat jarang saya dengar rekan-rekan pelayan Tuhan mengkhotbahkan gaya hidup jemaat mula-mula dalam Kisah para Rasul 2:41-47 dan 4:32-37, terutama kalimat “Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka.” Betapa kompaknya gereja mula-mula sebagai sungguh-sungguh keluarga rohani yang bukan hanya perduli jiwa seseorang diselamatkan namun juga perduli pada saudara-saudara seimannya secara holistik. Atau apa yang diajarkan oleh Rasul Paulus mengenai pelayanan kasih pada jemaat di Korintus (2 Korintus 8:1-15, Paling tidak baca ayat 14-15)
Kita perlu mencermati praktek gereja kita kini dengan apa yang gereja lakukan dalam Alkitab sebagai tolok ukur.
“Saudara tiri kita” dan bahkan “orang komunis” banyak mengadopsi cara-cara atau ajaran dalam Perjanjian Baru, gereja Tuhan tersadarlah....sampai kapan kita akan tidur? Tahukah anda mereka membuat berbagai usaha untuk mensupport pergerakan mereka? Saat ada dana yang cukup besar, mereka segera melakukan sesuatu, seperti membuka lahan kelapa sawit, peternakan ayam, dan lain-lain.Tahukah anda mereka memberikan beasiswa bagi kaum mereka yang tak mampu namun pandai untuk belajar sampai ke luar negeri? Bagaimana strategi mereka pun memasukkan “murid-murid” mereka dalam berbagai bidang lainnya seperti politik, media, entertainment, ekonomi dan lain sebagainya.
Tahukah anda mereka membangun bank dan koperasi untuk menolong sesamanya dan bukan itu saja mereka membuat “pemuridan calon pengusaha”? Mereka yang sudah berhasil sebagai pengusaha atau enterpreuneur melatih, memberikan teladan dan mencarikan modal pinjaman agar “para murid” menjadi pengusaha yang sukses. Anda dapat melihat pelatihan-pelatihan yang dibuat oleh Aa Gym, Valentino Dinsi, Purdie Chandra dll. Ini mereka adopsi dari sebuah perkumpulan pengusaha Kristen di luar negeri bernama Incubator.
Tahukah anda strategi mereka demi membuat “saudara-saudara kita” berpindah haluan? Coba anda melihat berita bila ada bencana, bila anda cermati sering kali ada ormas atau partai politik “hijau” yang membantu “segera” para korban bencana. Belum lagi berita-berita dari daerah “kantung Kristen”, bagaimana orang beralih iman karena urusan perut dan pendidikan yang terjangkau. Saudara-saudara tiri kita memberikan bantuan modal dan pelatihan bagi mereka. Begitu pula untuk pendidikan, bahkan menjadi gratis bila mereka mau beralih “iman”. Sementara anak Tuhan di kota berfellowship di Starbuck ( tidak dosa), di banyak tempat pendeta hidup dalam kemiskinan dan begitu pula jemaat yang digembalakan. Bergumul dengan panen yang gagal, pupuk dan bibit yang mahal, sumber mata air yang kering, anak putus sekolah, menganggur dll. Tidak cukup kita sekedar bernyanyi “ Bergandengan tangan dalam satu kasih..bergandengan tangan dalam satu iman... saling mengasihi.. dalam satu kasih...Keluarga Kerajaan Allah.” Alkitab mengajarkan agar kita mengasihi Dia dengan segenap hati, apapun yang kita lakukan bagi Dia harus “dengan segenap hati”/ “sungguh-sungguh”, begitu pula saat menyanyi bagi Tuhan (Efesus 5:19) Boleh saja kita minum kopi di Starbuck tapi ingatlah juga saudara-saudaramu yang lain bukan hanya butuh bantuan doa, namun mereka butuh bantuan secara riil.
Oh, saya harap kita semua tercelik and do something, sebagai anak Tuhan. Terkadang saya gemas melihat, betapa kita terlena dengan hal yang tidak-tidak. Betapa menyedihkan saat ideologi atau agama lain bergerak untuk mencapai tujuan mereka, kita masih ribut masalah AD/ART gereja, perselisihan disebabkan aset organisasi gereja yang trilyunan, perseteruan antar “para pewaris tahta” saat gembala sidang sudah mulai tua dan akan mangkat, perseteruan antar gereja/gembala sidang sebab “domba pindah kandang” dan lain-lain. Ayo, gereja Tuhan, kita coba fokus kembali pada apa yang Tuhan Yesus kerjakan saat Ia ada di muka bumi, Ia tidak hanya mengadakan mujizat, mengajar, pelayanan berkeliling dan seterusnya. Jadi apa fokusnya?
Tuhan Yesus bila kita cermati, terfokus hanya pada 12 muridNya, Ia curahkan seluruh hidupnya bagi mereka. Cermati ayat dalam Injil Yohanes 17:1-26, dalam ayat-ayat ini Yesus berdoa bagi para muridNya dihadapan Bapa. Ia memberikan laporan terakhir pada Bapa dan coba anda baca, fokus doanya adalah para muridNya. Ia tidak memberikan laporan mengenai mujizat yang Ia adakan, Ia tidak melaporkan berapa banyak jiwa yang Ia sentuh melalui pengajaranNya, atau kemenangan Dia atas debatNya dengan para ahli Taurat. Dan kita tahu diawali dari pelayanan para murid-lah, berita Injil diberitakan kemana-mana dan gereja Tuhan tersebar ke seantaro bumi.
Bila Ia terfokus pada kuantitas saya jamin, Ia sudah akan mendirikan gereja saat khotbah di bukit, juga saat memberi makan 5000 dan 4000 laki-laki dewasa; dan lalu bersaing mendirikan bait Tuhan tandingan. Bisa saja Ia membuat denominasi baru saat itu untuk menyaingi denominasi Farisi dan Saduki. Namun Ia tidak melakukannya, Yesus terfokus pada murid-muridNya dan memberikan teladan pada mereka. Dia fokus pada kualitas.
Kalau Yesus hidup zaman sekarang, pasti tidak ada yang mengundang Dia untuk jadi pembicara dalam seminar pertumbuhan gereja. Tuhan Yesus terlalu idealis. Terlalu muda masih 30 tahunan, belum banyak makan asam garam. Dia hanya anak tukang kayu, tidak punya sekretariat pelayanan, tidak punya rumah, tidak punya kendaraan pribadi..keledai pun pinjam, tidak punya donatur tetap yang kaya sampai Petrus harus memancing ikan dulu untuk dapatkan uang di dalamnya dan membayar bea Bait Allah, tidak punya gedung ibadah sebab bersama “DIA” dimana saja menjadi “The Holy Ground”...gedung ibadah tanpa hadiratNya sia-sia adanya.
Gereja Tuhan seharusnya membawa dampak, bukan malah terkontaminasi sebab terkena pengaruh dunia. Kita adalah “garam dunia”, seharusnya keberadaan kita dapat dirasakan oleh dunia. Garam jangan terus berkumpul dalam “gudang garam”, terlalu banyak garam menyebabkan darah tinggi dan lalu stroke..akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Kita juga adalah “ terang dunia”, tapi semuanya sia-sia bila kita berkumpul dalam “ruang terang benderang” alias tembok gereja, sebab yang butuh “terang” adalah tempat yang gelap. Keteladanan sikap dan moral kita harus dapat dirasakan dan dilihat oleh orang di luar sana.
Iblis bergerak di hari akhir dengan kecerdikannya, kita perlu hati-hati terhadap 2 roh yang bekerja merajalela, yaitu Roh Izebel dan Roh Babel (Wahyu 14:8, 18:2, 17:5, 2:20). Sadar atau tidak sudah banyak pemimpin gereja yang terhasut oleh 2 roh ini.
Apakah Roh Izebel akibatkan? Roh ini mengakibatkan pribadi seseorang menjadi sangat dominan hingga orang tunduk padanya karena rasa takut(mendominasi hidup seseorang), tidak mau mendelegasikan tugas, “super rohani”, melakukan segala daya upaya apapun agar tujuannya berhasil, suka mempraktekkan “sihir” melalui nubuat yang dibuat-buat dan lain-lain. Pemimpin seperti ini suka mengontrol.
Lalu apakah Roh Babel? (kejadian 11:1-9) Roh ini mengakibatkan pribadi seseorang memiliki kebanggaan yang berlebihan pada organisasi, nama pelayanan, gelar, namanya yang terkenal, doktrinnya, pengajarannya, dll....pendek kata “pengagungan terhadap diri sendiri”. Pemimpin ini merasa dia yang paling benar dan yang lain salah/tidak sempurna.
Bila seseorang pemimpin di bawah pengaruh dari salah satu atau ke dua roh jenis ini....dapat dipastikan pelayanan atau gereja yang mereka pimpin akan mementingkan diri sendiri dan membangun “kerajaan tuan”. Mereka lupa untuk membangun tubuh Kristus dan memperlebar Kerajaan Tuhan. Kalaupun mereka menyatakannya, namun kita dapat menguji dari tindakannya. Kita bisa berbicara apa saja namun pada akhirnya orang akan melihat apakah ia melakukannya atau tidak. Itulah yang membedakan antara Tuhan Yesus dengan para tokoh denominasi Farisi dan Saduki pada masa 2000 tahun yang lalu.
Sudah terlalu lama, gereja tertidur dan bengong, SANGKAKALA saya tiupkan agar kita semua bangun. Ayo, jangan lagi kita ribut untuk hal-hal yang tidak esensi. Organisasi gereja mungkin berbeda, status ekonomi kita mungkin beda, pendidikan kita mungkin berbeda, namun ingat bahwa kita ini semua adalah anggota tubuh Kristus. Jadi janganlah kita coba membuat seragam tetapi ingatlah selalu bahwa kita ini beragam. Dan melalui keragaman inilah sebenarnya kita dapat saling bersinergi membuat suatu kekuatan yang besar untuk memperlebar Kerajaan Tuhan. Mari kita bersatu, saling menguatkan, saling menolong, saling menasehati, saling menjagai.......SEBAB KATA “SALING” TELAH LAMA MENGHILANG DARI GEREJA TUHAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar